Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menyebutkan, persaingan dan kebijakan proteksionisme yang diambil negara tertentu memicu kampanye negatif minyak kelapa sawit yang dapat mengancam perdagangan Indonesia sebagai produsen terbesar komoditas itu.

"Sangat disayangkan masih ada suara sumbang baik dari dalam dan luar negeri yang menyatakan minyak sawit adalah sumber masalah," ucap Nasution, saat membuka Konferensi Internasional Lingkungan dan Minyak Sawit (ICOPE) 2018 di Nusa Dua, Bali, Rabu.

Kampanye negatif itu, lanjut dia, karena produk minyak sawit Indonesia dituding tidak ramah lingkungan, tidak layak dan tidak dikelola dengan berkelanjutan sehingga mendiskreditkan produk Tanah Air itu.

Padahal, kata dia, pemerintah telah meluncurkan program peremajaan sawit rakyat di Kabupaten Sumatera Selatan dan di Serdang Bedagai di Sumatera Utara.

Pada 2018 ini, lanjut dia, pemerintah telah menetapkan target peremajaan sawit dengan total luas area mencapai 185.000 Hektare dengan anggaran mencapai Rp4,6 triliun.

Terkait isu lingkungan, kepada para delegasi, dia mengatakan, pemerintah telah menerbitkan regulasi pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Dengan ISPO itu, perusahaan kelapa sawit wajib memelihara lingkungan, meningkatkan kegiatan ekonomi, sosial, dan penegakan paraturan perundangan Indonesia di bidang kelapa sawit.

Menurut dia, minyak sawit merupakan salah satu industri strategis yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan, peningkatan ekspor dan mengendalikan kemiskinan.

"Hal itu menunjukkan bahwa kelompok tertentu (yang berkampanye negatif sawit) hanya melihat isu lingkungan secara parsial dan tidak secara holistik," kata dia, dalam sambutan.

Dibandingkan sumber minyak nabati lain, di antaranya kedelai, biji tanaman penghasil minyak (rapeseed), biji bunga matahari dan lainnya, Nasution mengatakan, minyak kelapa sawit jauh lebih efisien karena membutuhkan lahan yang lebih sedikit dengan produktivitas tinggi.

Ia menyebutkan, dari segi rasio pemanfaatan lahan, minyak sawit dari luas sekitar 21,5 juta Hektare total produksi mencapai 65 juta ton per tahun sedangkan untuk kedelai dari luas 122 juta Hektare total produksi lebih sedikit mencapai 45,8 juta ton per tahun.

Sedangkan rapeseed dari luas lahan 36 juta Hektare menghasilkan 25,8 juta ton per tahun.

Baru-baru ini, salah satu perusahaan ritel raksasa di Inggris berupaya menghentikan produksi dan penjualan produk mengandung minyak sawit mulai akhir 2018.

Terkait adanya upaya itu, dia mengaku ancaman tersebut bukan barang baru yang kerap dilontarkan kepada produsen minyak kepala sawit.

"Kami tentu mulai dengan cara menyakinkan sampai dengan bisa dirundingkan dengan cara baik kalau itu berjalan bagus. Kalau tidak, kami juga mengambil jalan untuk melakukan penawaran yang lebih jelas," ucap dia.

Pewarta: Dewa Wiguna
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018