Manila (ANTARA News) - Pemberontak komunis Filipina, Selasa, menolak satu tawaran gencatan senjata panglima militer negara itu dalam usaha menghidupkan kembali perundingan perdamaian yang macet. Pendiri Partai Komunis Filipina (CPP) Jose Maria Sison mengatakan kelompoknya hanya akan kembali ke meja perundingan apabila Manila berusaha menghapuskan CPP dari daftar hitam teroris yang dibuat AS dan Eropa. Ia mengatakan pemerintah juga harus menunjukkan ketulusannya bagi penghentian aksi angkatan bersenjata melakukan pembunuhan politik, juga memberikan ganti rugi kepada para korban pelanggaran hak asasi manusia. "Sampai sekarang, (pemerintah) tidak memberikan tanggapan serius pada tuntutan-tuntutan yang adil dan layak dari CPP dan sayap politiknya, Front Demokratik Nasional (NDF)," kata Sison dalam satu pernyataan dari Belanda, tempat ia tinggal. Dalam satu perobahan besar kebijakan , panglima militer Jenderal Hermogenes Esperon , Senin merekomendasikan Presiden Gloria Arroyo memulai kembali perundingan dengan CPP dan kedua pihak setuju bagi satu gencatan senjata bilateral tiga tahun. Ia mengatakan tindakan itu dapat membantu pada penghentian pembunuhan yang tidak jelas dan penculikan. Tapi ketua perunding komunis Luis Jalandoni mengatakan pernyataan Esperon itu adalah "propaganda murah." "Jenderal Esperon tidak memperhatikan akar penyebab konflik senjata itu," katanya. Ia hanya ingin penenangan gerakan revolusioner." Perundingan-perundingan dengan pemberontak komunis terhenti sejak tahun 2004 menyangkut dimasuknya pemberontak itu dalam daftar organisasi-organisasi teroris asing oleh AS dan Eropa dan tindakan keras pada dana-dana internasional yang disalurkan ke gerakan itu. CPP dan sayap militernya yang berkekuatan 7.000 orang, Tentara Rakyat Baru, melakukan pemberontakan Maois sejak tahun 1969, merupakan salah satu dari pemberontakan-pemberontakan komunis paling lama di Asia. Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan pemberontakan itu menimbulkan pada satu strategi milter yang secara sewenang-wenang menyerang kelompok-kelompok politik sayap kiri yang dicap sebagai "front-front" bagi pemberontak itu. Kelompok hak asasi manusia lokal Karapatan mencatat lebih dari 800 korban dari hukuman mati yang cepat sejak Arroyo berkuasa tahun 2001, banyak dari mereka adalah aktivis politk , yang vokal terhadap pemerintah, demikian AFP.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007