Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo menceritakan pengalaman berkunjung ke sejumlah negara Timur Tengah antara lain Afganistan, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

"Negara kita Indonesia saat sedang menggeser atau mencari `partner` menjalin hubungan lebih baik dengan negara-negara lain. Kita lama dengan Jepang, Eropa, AS, China, Korsel. Kita 3,5 tahun terakhir investasi `partner` bergeser ke negara-negara Timur Tengah yang sudah lama sekali tidak jalin komunikasi dengan baik," kata Presiden Joko Widodo dalam Musyawarah Nasional (Munas) BKPRMI di Asrama Haji Jakarta, Rabu.

Hadir juga dalam acara tersebut Ketua Dewan Perwakilan Daerah sekaligus Ketua Dewan Pembina BKPRMI Oesman Sapta Odang, Menteri Sosial yang juga Ketua Dewan Penasihat BKPRMI Idrus Marham, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Perhubungan Basuki Karya Sumadi dan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.

"Saya terbang ke Kabul, Afganistan padahal 2 hari sebelumnya ada bom yang menewaskan 103 orang, 2 jam sebelum saya turun ada bom yang menewaskan 5 orang. Memang sebelum saya ke Kabul, Panglima TNI dan Kapolri menyampaikan ke saya sebaiknya tidak ke Kabul karena situasi tidak aman.Tapi, kita sudah rencanakan ingin ke Afgan, jadi bismilah, saya berangkat," cerita Presiden mengenai kunjungannya ke Afganistan pada 30 Januari 2018.

Presiden mengatakan agar saat dijemput di bandara Kabul, rombongan dijemput panser anti-roket dan anti-peluru.

"Saya punya permintaan dong, panser anti-roket dan anti-peluru karena kita belum bisa bayangkan keadaan di sana. Saya belum pernah ke sana, dan saat pesawat turun di kanan-kiri bukit. Saya lihat dari jendela saya dijemput panser anti-roket tapi pesawatnya kalau diroket kan bisa kena juga," ungkap Presiden.

Saat membuka pintu pesawat,  Presiden mengatakan ada hujan salju dan   menurut orang Afganistan adalah berkat. Presiden saat itu dijemput oleh Wapres Afganistan Sarwar Danish.

"Beliau bisik-bisik `Presiden Jokowi ini pesan Pres Ashraf Ghani mohon tidak naik panser anti-peluru dan anti-roket`. Loh sudah turun kok ganti? `Kami mohon bapak pakai mobil biasa dari aiport ke istana alasannya agar persepsi dari luar, Kabul dan Afghanistan aman, saya mohon pakai mobil biasa'."

"Saya mikir-mikir lagi, waduh masa saya balik lagi? Tidak mungkin, ya sudah bismillah naik mobil biasa, saya tenang saja karena kanan-kiri ngawal tank dan atas helikopter, ngapain takut? Alhamdulilah sampai di istana selamat," cerita Presiden.

Presiden selanjutnya menceritakan kunjungan ke Arab Saudi pada Mei 2017.  Jokowi mengaku kaget karena dijemput di depan pintu pesawat.

"Memang Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, kita direspeki tapi kita sendiri yang tidak mengerti. Saya tanya ke Raja Salman kenapa mereka tidak banyak berpartner dengan Indonesia, padahal negara mereka besar dengan petrodolar melimpah. Apa jawabnya? Wong tidak ada presiden Indonesia yang ke sini, menteri-menterinya juga tidak ada yang ke kita. Kita tidak tahu ada peluang ekonomi apa bisa berpartner dengan indonesia, itu sebabnya saya undang," ungkap Presiden.

Terakhir Presiden menceritakan kunungannya ke Uni Emirat Arab.

"Saya diajak masuk ke mobil Sheikh Mohammed bin Zayed Al-Nahyan. Beliau sampaikan ke saya `Presiden Jokowi, ajudan dan paspamres tidak boleh masuk, hanya saya dan Presiden Jokowi yang boleh bicara karena ingin bicara empat mata, kalau tanya pembicaraanya apa itu juga rahasia," tambah Presiden.

Presiden bahkan tidak mengetahui mobil yang digunakan putra mahkota UEA itu karena tidak ada mereknya.

"Mobilnya tidak ada mereknya, biar `gak ndeso` saya lirik-lirik, tidak nanya (mereknya). Jalan kelihatan kok pelan tapi lihat spedometernya lebih dari 200 km/jam tapi wong namanya mobil bagus gak kerasa, ini 200 km/jam kok anteng saja, saya tengopk di spedometernya lebih dari 200 km/jam, deg-degan juga mobil di belakang tertinggal semua," ungkap Presiden yang disambut tawa para peserta.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018