Tunjukkan pada saya kajian itu bila ada."
Balikpapan (ANTARA News) - Pertemuan dengan jajaran Pertamina dimanfaatkan Dr Kurtubi untuk kembali menyuarakan pendapatnya tentang pembangunan kilang minyak baru di Bontang, Kalimantan Timur.

Anggota Komisi VII DPR RI itu mengatakan bahwa pembangunan green root refinery (GRR) atau kilang baru senilai Rp130 triliun yang akan dibangun di Bontang tidak berdasarkan kajian yang jelas.

"Tunjukkan pada saya kajian itu bila ada," tantang Kurtubi di Gedung Solar di Komplek Pertamina Refinery Unit (RU) V, Jumat.

Secara gamblang ia kemudian menjelaskan bahwa, membangun kilang mestilah dekat dengan konsumennya. Direncanakan, konsumen dari minyak produksi Kilang Bontang adalah Indonesia Bagian Timur, yaitu Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur.

Direncanakan juga kapasitas produksi kilang bisa bertahan hingga masa 50 tahun.

Untuk Kalimantan dan Sulawesi sendiri sudah ada Kilang Balikpapan yang berkapasitas saat ini 260.000 barel per hari dan sedang ditingkatkan menjadi 360.000 barel per hari.

Karena itu, tegas Kurtubi yang mewakili daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat, GRR seharusnya dibangun di Nusa Tenggara, sambil meningkatkan kapasitas Kilang Kasim di Sorong, dari 10.000 barel per hari seperti saat ini menjadi 50.000-100.000 barel per hari.

"Ongkos angkut BBM dari refinery ke konsumen di Indonesia Timur jelas bisa dihemat, daripada sekian jauh mengirim BBM jadi," kata Kurtubi.

Alasan kilang harus dibangun dekat dengan konsumen produknya juga karena bahan bakunya, yaitu crude atau minyak mentah, yang seluruhnya didatangkan dari luar negeri alias impor.

"Agar ekonomis, crude mesti diangkut dengan tanker raksasa atau VLCC (very large crude carrier) yang draft kapalnya bisa sampai 30 meter," kata Kurtubi. Kapal dengan draft seperti itu memerlukan perairan pelabuhan yang dalam, yang banyak adanya di Nusa Tenggara.

Selanjutnya adalah persoalan politis pemerataan. Kata Kurtubi, Bontang sudah penuh dengan industri strategis, seperti kilang-kilang PT Badak NGL dan PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT). Karena itu Bontang dijaga satuan rudal dari Kodam VI Mulawarman. Akan sangat baik bila pembangunan kilang baru ini di sepenuhnya di Indonesia Timur, di Nusa Tenggara.

Menurut Kurtubi, menumpuknya industri strategis di satu kota juga membawa kerawanan tersendiri. Bila terjadi perang atau bencana alam misalnya, maka seluruhnya akan menjadi korban.

"Kalau terpisah-pisah kan malah saling mendukung dan saling jaga," demikian Kurtubi.

Pewarta: Novi Abdi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018