Cikarang (ANTARA News) - Pengamat pertanahan Dodi Prasetyo mengatakan persoalan tanah di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dalam kondisi memprihatinkan.

"Faktor yang melatarbelakangi di antaranya sengketa waris, kepemilikan, sengketa fisik atau luas tanah," katanya di Cikarang, Sabtu.

Dia mengatakan persoalan itu disebabkan pemilik tanah menelantarkan tanah miliknya, di biarkan kosong serta tanpa pengawasan sehingga memberikan peluang kepada oknum tidak bertanggung jawab.

"Hendaknya pemilik tanah memanfaatkan atau berdayakan warga sekitar untuk mengelolanya agar menghasilkan dan tentunya aman," katanya.

Menyerahkan tanah untuk digarap orang lain juga bukan tanpa risiko sebab tidak jarang penggarap tanah justru berkhianat.

"Apalagi jika didukung oleh oknum pemerintah desa, mengoper alih garapannya lalu di jual ke perusahaan," katanya.

Seperti yang terjadi di wilayah Desa Sukamekar dan Desa Sukatenang Kecamatan Sukawangi Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

"Menurut informasi yang saya dapat, para penggarap mendapatkan ganti rugi garapan sebesar Rp10 ribu per meter. Jika mereka menggarap seluas empat hektare maka mereka mendapatkan uang ganti rugi sebesar Rp400 juta rupiah. Cukup fantastis kan," katanya.

Setelah itu uang ganti rugi yang di terima penggarap dibagi dua dengan oknum aparatur desa setempat.

Akibat perbuatan penggarap nakal yang di dukung oknum tersebut, para pemilik tanah yang sah dibuat pusing tujuh keliling.

Mereka pun mencoba mengklarifikasi permasalahan tanah tersebut kepada oknum aparat desa di wilayah tersebut tapi tidak ada solusi yang memihak kepada pemilik tanah yang sah, mereka malah ditawarkan untuk menjual surat (girik AJB atau sertifikat) yang mereka miliki kepada perusahaan tersebut," katanya.

Kalau hal seperti ini di biarkan terus menerus tanpa ada penyelesaian dari aparat penegak hukum dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi kekacauan di wilayah tersebut.

"Apalagi di lokasi tanah tersebut sekarang ini dijaga oleh orang-orang bertubuh kekar dan garang. Mereka tidak segan-segan untuk mengusir siapapun yg mendekati lahan yang diawasinya," katanya.

Dodi menambahkan selain kasus sengketa, persoalan tanah di perparah dengan keberadaan oknum-oknum nakal di BPN setempat.

Beberapa waktu lalu Polres Metro Bekasi menggelandang empat oknum pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT), kemudian di tetapkan sebagai tersangka.

Mereka diamankan polisi pada Selasa (13/3) lalu, karena diduga melakukan pungutan liar (pungli) dalam pembuatan sertifikat pertanahan.

Kesat Reskrim Polres Metro Bekasi AKBP Rizal Marito saat itu mengatakan dua orang yang masih diperiksa penyidik berinisial I dan B. Mereka berstatus sebagai aparatur negeri sipil (ASN) di kantor tersebut.

Dari penangkapan yang dilakukan petugas pada Selasa petang itu polisi menyita barang bukti berupa rekaman kamera pengawas (cctv) dan uang Rp20 juta. Sebanyak Rp10 juta didapat saat OTT di lokasi kejadian sisanya hasil pengembangan.

"Kejadian tersebut menurut saya merupakan terbukanya tabir dugaan akan adanya permainan kotor di kantor tersebut yang tentu saja menambah rasa kekhawatiran para pemilik tanah di wilayah Kabupaten Bekasi," katanya.

Baca juga: BPN Bekasi gelar program "Acces Reform"
 

Pewarta: Mayolus Fajar Dwiyanto
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018