Bandung (ANTARA News) - Ikatan dokter dari berbagai lembaga di Jawa Barat memberikan pembekalan bagi para tenaga medis tentang menangani secara cepat pasien keracunan metanol di RS Melinda 2 Bandung.

"Sebanyak 98 tenaga medis baik dokter, perawat, bidan, maupun dari Dinas Kesehatan hadir dalam acara pembekalan ini," kata ketua penyelenggara acara sekaligus ahli psikiatri, Teddy Hidayat, di sela-sela acara itu, Sabtu.

Hidayat mengatakan, acara ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dokter maupun tenaga kesehatan lainnya dalam hal penegakan diagnosis serta pengobatan keracunan metanol.

Menurut dia, materi yang dibahas mengenai faktor seseorang meminum minuman keras, aspek farmakologi metanol, keluhan, dan gejala, penatalaksanaan emergensi keracunan metanol, dan penatalaksanaan setelah masa emergensi.

Pemateri yang dihadirkan tidak hanya dokter ahli, namun juga ahli patologi klinik dan pengobatan dari organisasi Sans Frontieres dari Oslo, Norwegia.

Ia berharap, pelatihan ini titik awal bagi para dokter dalam menangani secara cepat dan tepat pasien keracunan minuman keras oplosan karena indikasi keracunan minuman keras oplosan tidak bisa diketahui secara langsung, namun memerlukan diagnosis, agar penanganannya pun tepat.

Banyak minuman keras legal berasal dari alkohol yang bergugus etanol, sedangkan metanol merupakan alkohol yang tidak ditujukan untuk diminum manusia melainkan untuk keperluan industri, misalnya sebagai bahan bakar atau pelarut (contohnya tiner cat). 

"Dokter di RS atau Puskesmas perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan dalam menegakkan diagnosa dan terapi keracunan minuman keras oplosan. Ini kunci dalam menyelamatkan korban dari kematian," kata dia.

Di tempat yang sama, ahli psikiatri FK Universitas Padjadjaran, Shelly Iskandar, mengatakan, pembekalan bagi para dokter menangani pasien keracunan metanol penting untuk dilakukan guna menekan angka kematian.

Menurut dia, penting bagi para dokter dalam mendiagnosa korban apakah berasal dari alkohol atau tidak. Hal ini akan menjadi batu pijakan dalam memberikan obat maupun penanganan pasien.

Ia mengatakan, gejala yang ditimbulkan dari minuman keras oplosan hampir serupa dengan gejala yang ditimbulkan penyakit lain, seperti mual, pusing, maupun kesadaran mulai menghilang. Namun salah satu yang membedakannya yakni sesak nafas dan nyeri pada bagian ulu hati.

"Kami juga ingin memberikan edukasi kepada pemberi layanan, kepada dokter, perawat, supaya mereka tahu, orang datang dengan keluhan nyeri lambung, sakit kepala, ada penyebabnya dari mana, jadi bisa ditangani. Kalau tidak misalnya mual hanya dikasih obat antimal, khan harus berbeda penanganannya," kata dia.

Di sisi lain, tidak terbukanya pasien mengenai faktor awal keracunan sering menjadi faktor penghambat bagi dokter dalam melakukan penanganan.

Kata dia, pasien merasa jika mengatakan yang sebenarnya kepada dokter, sama halnya dengan membuka aib sendiri.

"Contohnya mereka tidak mengakui telah minum alkohol. Kalau terbuka kami mudah menanganinya harus bagaimana, obat yang diberikan apa," kata dia.

Ia mengimbau, apabila terdapat anggota keluarga yang keracunan, terlebih mengetahui akibat minum-minuman beralkohol, agar segera dibawa ke layanan kesehatan terdekat karena miras oplosan atau berbahan metahol sangat berbahaya bagi tubuh. Metanol 10 mililiter saja, apabila masuk ke dalam tubuh bisa menyebabkan kematian.

"Penegakkan diagnosisnya itu memang tidak mudah. Siapa saja bisa mual-mual, orangnya tidak berani terbuka, takut kedengaran keluarganya habis minum alkohol bareng-bareng. Masalahnya sangat kompleks. Kalau metanol ini merusak badan lebih hebat lagi dibanding etanol. Istilahnya sekumur 10 mililiter bisa bikin orang mati," kata dia.

Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018