Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua DPR Setya Novanto mengaku ingin mendinginkan suasana dengan menerima vonis 15 tahun penjara dalam perkara korupsi KTP-Elektronik. Dia juga menyatakan akan ke pesantren.

"Memang setelah tanggal 30 April, saya berkonsultasi dengan keluarga, anak dan istri dan juga penasihat hukum dan dengan pertimbangan yang tinggi saya memang tidak banding meskipun saya mempunyai hak untuk banding dan juga ke MA. Ini untuk menjernihkan suasana sosial sejak saya menjadi tersangka," kata Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis.

Setnov akan menjadi saksi untuk terdakwa mantan pengacaranya, Fredrich Yunadi, yang didakwa bersama dengan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo berusaha menghindarkan Setnov diperiksa dalam perkara e-KTP.

"Maka memang sebaiknya saya `cooling down` dulu, dan nanti saya akan mengikuti tersangka yang lain mulai dari Anang, saudara Oka dan juga Irvanto, dan tentu nanti akan kita lihat perkembangan dan tentu akan terjadi tersangka-tersangka lain selain itu," tambah Setnov.

Meski menerima vonis tersebut, Setnov merasa merasa vonis itu tidak adil.

"Kalau lihat di pengadilan dunia memang mungkin saya tidak mendapatkan keadilan, tetapi keadilan yang ada di Allah SWT tentu masih ada, sehingga tentu di Sukamiskin ini saya akan mulai dari kos, saya akan ke pesantren," ungkap Setnov.

Ia pun ingin lebih banyak berdoa selama berada di lembaga pemasyarakatan nanti.

Baca juga: Setya Novanto terima vonis 15 tahun penjara

"Saya akan banyak belajar doa, berdoa dan tentu saya menjadi masyarakat biasa. Saya akan berbaur bersama-sama teman-teman yang lain. Tentu saya mohon maaf kepada seluruh anggota DPR dan masyarkaat Indonesia, mudah-mudahan doa yang positif masih ada hal-hal yang mungkin ke depan lebih baik," jelas Setnov.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada Setya, di samping denda Rp500 juta subsder 3 bulan kurungan, pada 24 April 2018.

Sama dengan Setnov, KPK juga tidak mengajukan banding terhadap putusan itu namun akan terus mencari pelain lain dalam kasus e-KTP, termasuk dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Selain pidana kurungan, Setnov juga diharuskan membayar uang pengganti 7,3 juta dolar AS dikurangi dengan uang yang dikembalikan sebesar Rp5 miliar subsider 2 tahun kurungan.

Majelis hakim juga mencabut hak politik Setnov selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pemindaan.

Vonis Setnov itu masih lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp5 miliar subsider 3 tahun penjara.

Baca juga: KPK tidak ajukan banding atas putusan Novanto

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018