Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (APCASI) meminta Pemerintah untuk menurunkan bea ekspor cangkang sawit mengingat tidak semua cangkang sawit bisa dimanfaatkan di dalam negeri.

"Dari 8,3 juta ton cangkang sawit, baru 1,9 ton yang baru diekspor, sisanya banyak yang tidak termanfaatkan, ini peluang Indonesia tetapi terhalang oleh pajak ekspor yang mencapai 7 dollar AS ditambah 10 dollar AS pungutan sawit untuk per ton cangkang sawit, sementara Malaysia tidak menerapkan pajak itu," kata Ketua APCASI Dikki Akhmar pada Diskusi bertema "Mewujudkan Kemandirian Energi Ramah Lingkungan Berbasis Sawit" di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan, akibat pajak ekspor yang berlaku sejak Juni 2015 itu, dari 35 eksportir cangkang sawit hanya lima saja yang masih bertahan dan banyak bisnis ikutannya yang berhenti seperti transportasi, pekerja penyortir.

"Akibat lainnya adalah ketika banyak cangkang sawit yang menumpuk karena tidak diekspor akhirnya hukum pasar berlaku dan harga cangkang sawit jadi turun," katanya.

Menurut dia, bea ekspor yang wajar untuk cangkang sawit itu berkisar tiga dollar AS per ton untuk bea ekspor dan tiga dollar AS per ton untuk bea pungutan sawit sehingga eksportir masih mempunyai marjin untuk menjalankan usahanya.

Saat ini harga cangkang sawit dunia berkisar antara 77-79 dollar per ton, namun pengusaha juga dikenai pajak PPN untuk pembelian cangkang sawit.

Ia mengungkap, banyak dampak ikutan dari bisnis cangkang sawit seperti bisnis angkutan cangkang sawit dari pabrik ke pelabuhan yang mencapai Rp150 miliar per tahun dan tenaga kerja yang terlibat 385 supir, tenaga pemilah, dan tenaga bongkar muat.

Bahkan pajak PPN dari pembelian cangkang sawit mencapai Rp67,5 miliar per tahun.

Saat ini Jepang membutuhkan cangkang sawit untuk menggerakkan dua pembangkit listrik tenaga biomasa, sementara ke depan negara itu juga menambah lagi tujuh pembangkit dari biomassa.

Ia juga berharap cangkang sawit yang melimpah itu bisa digunakan oleh pembangkit di Indonesia misalnya menggunakan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit.

Kasubdit Industri Hasil Perkebunan Non Pangan Kementerian Perindustrian, Lila Harsah Bachtiar yang hadir pada acara itu juga mengatakan pajak ekspor cangkang sawit itu bisa direvisi tetapi ada prosesnya dan berharap pengusaha mengajukan usulan dengan alasan-alasan yang tepat.

Ia mengungkapkan, alasan pemerintah menerapkan pajak ekspor cangkang sawit itu karena bahan itu dinilai sebagai sumber biomassa untuk menggerakkan pembangkit listrik sehingga diharapkan bisa digunakan di dalam negeri.

Diperkirakan limbah cangkang sawit di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 10,4 juta ton dengan nilai kalori cangkang sawit itu mencapai 3.300 kkal per kilogram sehingga jika dimanfaatkan untuk pembangkit listrik bisa menghasilkan ratusan Megawatt.

Pewarta: Budi Santoso
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018