Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua DPR Setya Novanto mengaku pertama kali bertemu dengan advokat Fredrich Yunadi secara kebetulan di satu bioskop.

"Saya kenal dengan terdakwa sejak April 2017, waktu `nonton` bioskop sama istri anak buah saya namanya Caren yang kenal baik dengan Pak Fredrich," kata Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis malam.

Setya Novanto bersaksi untuk mantan pengacaranya sendiri, Fredrich Yunadi, yang didakwa bersama-sama dengan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo untuk menghindarkan Setya Novanto diperiksa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik.

"Saya dikenalkan sama Fredrich dan disampaikan ini pengacara yang telah menangani perkara yang juga berkaitan dengan Budi Gunawan saya katakan `Oh ya?` Kita lalu mengobrol sebentar lalu tidak ketemu lagi," kata Setnov.

Budi Gunawan yang dimaksud adalah Ketua Badan Intelijen Negara (BIN) yang sebelumnya pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 2015 tapi dibatalkan dalam praperadilan. Fredrich menjadi salah satu pengacaranya.

"Saya tahu Pak Fredrich advokat dijelaskan Caren, dia anak buah saya di Partai Golkar, kami `ngobrol-ngobrol` masalah yang ringan, tapi belum cerita masalah kasus hanya Pak Fredrich sudah pengalaman dalam dunia pengacara dan cerita tentang kasus-kasus yang ditangani," kata Setnov.

Selang beberapa bulan kemudian saat Setnov sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi KTP-Elektronik, Setnov pun membuat 10 surat kuasa untuk Fredrich.

"Total ada 10 surat kuasa untuk pencekalan, `judicial review` ke Mahkamah Konstitusi dan terkait kasus KTP-E itu sendiri," ungkap Setnov.

Saat proses penyidikan KTP-E berlangsung, Setnov dan Fredrich sempat melakukan diskusi di gedung DPR soal kesehatan Setnov, khususnya terkait dengan kondisi Setnov yang kerap mengantuk.

"Saya katakan kalau saya sudah operasi jantung, tapi kok hipertensi saya tetap tinggi, lalu Pak Fredrich mengatakan `Saya sudah pasang 12 ring`, waktu itu saya kira 10 ring saja sudah sulit, ternyata ini (jumlah ringnya) sudah lebih, kok masih sehat?," katanya.

"Dia katakan `Saya punya dokter di Indonesia, ada dua, yaitu dokter Santoso sebagai dokter jantung dan satu orang dokter Polri tapi yang Polri dia belum sebut namanya itu, hanya dikatakan ahli hipertensi," cerita Setnov.

Lalu Fredrich pun menyarankan agar Setnov melakukan pengecekan kesehatan menyeluruh dan meminta agar Setnov memperlihatkan "medical record" miliknya.

"Saya katakan `Ya sudah kalau ada waktu saya sampaikan ke istri, tapi setelah itu kita `ngobrol-ngobrol` yang lain," ungkap Setnov.

Setnov pun mengaku tidak tahu bahwa Fredrich pada November 2017 meminta rekam medis milik Setnov dari RS Premier Jatinegara kepada istri Setnov, Deisti Astriani Tagor.

"Saya diberitahu itu kalau nggak salah justru setelah `pas` saya sudah di rutan. Istri saya mengatakan kalau tidak salah waktu saya diperiksa ditanya soal `medical record`. Saat kunjungan, saya tanya ke istri `Yang, itu `medical record` benar dikasih? Dia jawab `Ooh iya saya lupa waktu itu pernah Pak Fredrich sudah bicara sama kamu, jadi saya kasih `medical record` melalui ajudan perempuan terus difoto`. Habis foto lalu dikasih ke istri saya," kata Setnov.

Sebelumnya, Fredrich sempat menuduh dokter di RS Premier Jatinegara maupun di RS Medika Permata Hijau membocorkan resume medis milik Setnov ke penyidik KPK.

Padahal dalam sidang 19 April 2018, dokter Bimanesh Sutarjo yang dihadirkan sebagai saksi mengatakan bahwa pada 16 November 2017, Fredrich yang mengantarkan resume medis milik Setnov ke apartemennya. Bahkan mengirimkan foto-foto resume medis itu melalui "whatsapp".

Barulah pada 16 November 2017 Fredrich, menurut Bimanesh, mengatakan ada "rencana kecelakaan" untuk Setnov dan bukan pemeriksaan hipertensi dan ginjal seperti yang disampaikan Fredrich sebelumnya kepada Bimanesh.

Baca juga: Fredrich Yunadi divonis 7 Juni nanti

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018