Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pemerintah memperbaiki sistem perizinan daerah karena menjadi lahan empuk bagi pejabat dalam melakukan korupsi sehingga mempersulit pelaku usaha melakukan ekspansi maupun pengembangan bisnis.

Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas di Jakarta, Minggu, mengatakan korupsi tidak hanya terkait belanja barang pemerintah, tapi juga terkait perizinan.

Menurutnya, saat ini perizinan sudah dipangkas namun tidak transparan sehingga menjadi celah pejabat daerah melakukan korupsi.

"Perizinan dibuat lama dengan harapan nanti ada fee dan tip dan segala macam. Jadi sekarang pilihannya mengikuti cara yang berputar-putar atau bertele-tele dan lama, atau mengikuti pola permainan mereka (pejabat daerah)," kata Firdaus.

Menurut Firdaus, dalam menerapkan aksinya, pejabat daerah tidak pandang bulu, tidak hanya perusahaan swasta, perusahaan BUMN pun diperlakukan seperti itu.

"Jangankan investor swasta, investor negara atau BUMN, kalau mau ke daerah mau melakukan pembebasan ini dan itu pasti dihambat. Tidak ada gunanya izin yang tadinya ratusan dipangkas menjadi tinggal sedikit tapi tertutup, sehingga menciptakan korupsi yang baru," katanya.

Karena itu, katanya, ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dalam memperbaiki pengelolaan kewenangan perizinan secara transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab.

Hal senada diungkapkan Ketua Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Franciscus Welirang.

Ia meminta pemerintah semakin memperkuat pengawasan terhadap mekanisme pemberian izin usaha karena banyak terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh oknum pemerintah yang akhirnya merugikan dunia usaha seperti yang terjadi di Mojokerto.

"Sistem perizinan sudah seharusnya menggunakan mekanisme online. Hal ini dapat mengurangi risiko penyalahgunaan seperti yang terjadi (di Mojokerto)," ujar Franky.

Franky juga meminta para penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait kasus yang diduga melibatkan perusahaan publik. Langkah ini penting untuk dilakukan agar penanganannya tidak menimbulkan masalah kepada pasar modal.

"KPK juga mesti memahami dan melindungi kepentingan investor dan pelaku pasar modal lainnya. Karena itu koordinasi KPK dan OJK menjadi penting," katanya.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018