Jakarta (ANTARA News) - Teknologi pencatatan data terintegrasi atau blockchain digadang-gadang sebagai teknologi yang paling aman dan efektif untuk dapat diaplikasikan ke berbagai sektor, termasuk untuk pemungutan suara.

Pendiri Digital Enterprise Indonesia, Bari Arijono mengatakan meski pun melihat tidak bisa diterapkan saat Pemilihan Presiden 2019 mendatang, dia menilai hal tersebut mungkin saja dilakukan.

“Mungkin saja, di Estonia sudah pakai, mulai dari Pilkada,” kata dia saat di acara Blockchain Indo 2018, Jumat.

Jika menggunakan blockchain, risiko pemilih ganda dapat dikurangi karena tidak mungkin akan ada data yang sama. Pun server juga akan secara otomatis menyatakan tidak sah jika ada data yang dimodifikasi.

Sistem blockchain berbeda dengan sistem terpusat yang seringkali digunakan dalam pemilhan umum. Melalui blockchain, yang menjadi pengawas data adalah setiap pemilih sehingga jika terjadi perubahan, semua orang akan mengetahuinya.

Salah satu kunci penting dalam pemilu blockchain, menurut Bari, adalah KTP blockchain, berbeda dengan KTP elektronik. Yang dia maksud dengan KTP blockchain adalah identitas yang terintegrasi dengan berbagai lembaga, mulai dari kependudukan hingga perpajakan.

Bari menilai Indonesia belum siap untuk memakai blockchain karena selain belum tersedia infrastruktur, juga belum pernah menjalankan pemilu daring atau online voting.

Perlu diketahui, pemilu daring memiliki sistem yang berbeda dengan pemilu blockchain. Dalam pemilu daring, pemilih akan memberikan suara melalui aplikasi resmi, kemudian data akan dikirimkan ke server.

Menurut Bari, sistem seperti ini masih rentan peretasan karena ada kemungkinan peretas dapat masuk ke server.

Sementara dengan blockchain, pemilih juga akan memberikan suara melalui aplikasi resmi, masing-masing pemilih dalam jaringan teknologi tersebut akan diwakili oleh satu blok (server), yang saling terkait.

Dalam blockchain, masing-masing server yang saling terhubung dapat saling memeriksa data sehingga ketika salah satu diretas atau dimodifikasi, data akan dinyatakan tidak sah.

Jika seorang pemilih kedapatan mengubah datanya, secara otomatis dia akan dinyatakan tidak sah dan tidak bisa ikut memilih.

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018