Pekanbaru (ANTARA News) - Pengusaha yang mengatasnamakan kelompok tani merebut kawasan hutan produktif yang telah dicanangkan sebagai kawasan konservasi harimau Sumatera (Phantera sumatra tigris) di Senepis Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai, Riau. Hal tersebut diketahui setelah Wakil Gubernur Riau H. Wan Abu Bakar MS menyusuri kawasan hutan yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Kota Dumai atau sekitar 250 kilometer dari Pekanbaru, Kamis. Penyusuran dilakukan dengan mempergunakan kapal patroli Bea Cukai Dumai menyusuri pantai timur Sumatera dan saat sampai di muara sungai Senepis, penyusuran dilakukan dengan boat pancung yang hanya berkapitas tujuh orang. Kawasan hutan bakau (mangrove) yang berada di sepanjang pantai timur pulau Sumatera di wilayah Kota Dumai itu terlihat rimbun dari luar, namun setelah berjalan menyusuri sungai, kawasan hutan tersebut telah ditebang habis berganti dengan patokan tanah milik "kelompok petani". Beberapa pekerja yang ditemui Wagub Riau di rumah bedeng di sebuah areal kelompok tani dengan plang papan nama yang mencolok, mengakui mereka merupakan pekerja operator alat berat eskavator. "Saya dipekerjakan di sini sebagai operator alat berat. Menimbun tanah untuk bangun jalan as," kata Sulan salah seorang pekerja. Ia mengaku telah tiga bulan bekerja di lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk itu dan bersama sembilan orang anggota lainnya telah membangun jalan as (poros) sepajang tujuh kilometer. "Jalan yang kami bangun tembus ke jalan lintas Dumai-Sinaboi," kata pria berkulit legam yang mengaku berasal dari Dumai tersebut. Jalan lintas Dumai-Sinaboi merupakan jalan lintas yang dibangun Pemerintah Provinsi Riau yang menghubungkan Kota Dumai-Kabupaten Rokan Hilir. Namun, jalan yang dibangun dengan cara pendanaan tahun jamak itu, saat ini terhenti karena terbentur kawasan hutan lindung Senepis. Menurut Sulan, lokasi lahan yang ditimbunnya merupakan areal milik Azhari warga Dumai. Pengusaha tersebut menyuruh mereka menimbun jalan dengan gaji Rp750.000/bulan di luar makan. "Tanah ini milik Azhari. Jika masyarakat mau beli harga satu pancang (dua hektare) Rp5 juta," ujar Sulan. Pembina Penyelamat Harimau Konservasi Sumatera (PHKS), Bastoni yang juga ikut bersama Wagub, mengatakan lahan yang diklaim Azhari itu dulunya merupakan kawasan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Diamond Timber. "Pengusaha mengatasnamakan kelompok tani. Awalnya mereka ini adalah pelaku illegal logging saat kawasan ditingggalkan Diamond," ungkap Bastoni. Namun, lanjut dia, setelah kayu habis, pengusaha illegal logging (pembalakan liar) ini beralih sebagai pemilik lahan dan menjualnya ke masyarakat. Ia mengatakan, kawasan tersebut merupakan bagian dari blok hutan Senepis seluas 60.000 hektar yang telah dicanangkan sebagai kawasan Koservasi Harimau Sumatera sejak 2003. "Tetapi pencanangan tersebut hingga kini belum terwujud, malah hutan alam ini dibabat habis," katanya seraya menambahkan di kawasan itu terdapat 25-30 ekor harimau sumatera. Hutan alam tersebut terdiri atas kawasan hutan bakau (mangrove), hutan gambut, hutan rawa gambut dan hutan hujan dataran rendah yang kaya dengan kayu ramin (Gonystylus bancanus), sejenis kayu langka. Wakil Gubernur Riau H. Wan Abu Bakar mengatakan, pihaknya mengharapkan Departemen Kehutanan (Dephut) dan Dinas Kehutanan untuk mendata kembali kawasan hutan Senepis. "Masyarakat melakukan penjarahan lahan dan pembalakan liar karena tidak adanya pengawasan dari Dephut," katanya. Padahal, lanjut dia, kawasan hutan Senepis merupakan hamparan hutan alam terakhir yang berada di pantai timur Sumatera di Riau, sedangkan di daerah lain telah kritis. "Penyelamatan kawasan hutan alam Senepis tidak hanya untuk menyelamatkan beragam jenis kayu tanaman tetapi juga harimau sumatera," ungkap Wagub. Perihal, jual beli lahan di areal hutan tersebut Wagub meminta pemerintah daerah Dumai segera menanganinya dan memproses secara hukum kepemilikan tanah di hutan itu.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007