Jakaarta (ANTARA News) - Jika bicara tentang gorengan khas Jepang, maka umumnya seseorang akan langsung teringat pada "tempura" yakni hidangan yang terbuat dari aneka macam hasil laut atau sayuran yang dibalut dengan campuran tepung terigu, air, dan telur kemudian digoreng dengan minyak sayur.

Makanan yang populer sebagai salah satu makanan terfavorit berdasarkan hasil angket wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Negeri Sakura itu dapat dengan mudah ditemui di restoran-restoran Jepang di Indonesia.

Ternyata selain tempura, Jepang juga memiliki jenis gorengan yang mungkin belum akrab di telinga masyarakat Indonesia seperti kara-age, kaki-age, kawari-age, dan su-age.

Ragam jenis gorengan Jepang tersebut dibedakan berdasarkan cara memasaknya. Masyarakat Jepang menyebut gorengan dengan "agemono", age dalam bahasa Jepang berarti "goreng".

Tempura masuk dalam kategori koromo-age, yaitu gorengan yang dicelupkan dalam adonan tepung basah sebelum digoreng. Umumnya tempura akan ditaburi sedikit garam sebagai bumbu, tidak lama setelah diangkat dari penggorengan.

Hanya sedikit berbeda dari koromo-age, kara-age juga menggunakan sedikit tepung sebagai pelapis bahan makanan yang akan digoreng, tetapi terlebih dahulu diberi bumbu.

Kaki-age adalah jenis gorengan yang cara pembuatannya mirip dengan koromo-age dan kara-age, hanya saja bahan utamanya bukan hasil laut atau daging, tetapi sayuran.
 
Bahan-bahan untuk membuat kaki-age atau bakwan sayur dalam bahasa Jepang. (ANTARA News/Yashinta Difa)


Sementara kawari-age menggunakan bahan bukan tepung sebagai pelapis makanan yang akan digoreng. Bahan kering yang bisa digunakan untuk membuat kawari-age adalah potongan kulit lumpia, "rice crackers", "corn flakes", atau "mijinko" yakni bahan pelapis gorengan yang terbuat dari beras ketan, bentuknya butiran kecil, dan teksturnya seperti gabus.

Kategori terakhir adalah su-age yakni gorengan yang tidak dibalut dengan apapun sebelum digoreng.

Beberapa waktu lalu Antara diundang ke kediaman Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishii, untuk mengenal lebih jauh ragam dan cara mengolah gorengan Jepang.

"Kali ini kami ingin memperkenalkan gorengan yang punya variasi pada kulit atau adonannya," ujar Dubes Ishii.

Pada kesempatan tersebut, koki Kedubes Jepang Hori Ikuo memperagakan langkah-langkah dan tips memasak gorengan Jepang.

Yang pertama ia olah adalah ebi mino-age dan ebi mijinko-age. Keduanya adalah kawari-age yang terbuat dari udang, namun bahan pelapisnya berbeda. Seperti namanya, mino-age adalah gorengan yang dilapisi dengan potongan kulit lumpia, sedangkan mijinko-age dilapisi tepung mijinko.
 
Udang yang sudah dibalut dengan putih telur dan tepung "mijinko". Berbentuk butiran-butiran kecil dan terbuat dari beras ketan, tepung ini adalah salah satu variasi bahan pelapis untuk kawari-age. (ANTARA News/Yashinta Difa)


Udang yang sudah bersih dari kulit, kepala, dan urat darah di bagian punggung kemudian ditaburi garam supaya rasa amisnya berkurang. Setelah itu udah dicuci bersih lalu dikeringkan dengan menggunakan lap. Proses pengeringan ini penting untuk meminimalisasi kadar air dalam setiap bahan makanan yang akan digoreng.

Supaya udang tidak melengkung saat digoreng, dibuatlah sekitar tiga-empat sayatan kecil di bagian perut, kemudian badan udang dipijat agar menjadi lurus.

Udang kemudian ditaburi sedikit tepung terigu, dicelupkan ke dalam putih telur, kemudian dilapisi dengan potongan kulit lumpia atau tepung mijinko sebelum digoreng.

Selain udang, variasi kawari-age juga bisa dibuat dari daging kerang (scallop), akar teratai yang dalam bahasa jepang disebut "renkon", dan asparagus. Remahan rice crackers dianggap lebih cocok untuk membalut ketiga bahan makanan tersebut.

Tidak hanya menggunakan bahan tunggal, kawari-age juga bisa divariasikan dengan mengombinasikan beberapa bahan seperti sasami gekkan cornflake-age yaitu gorengan telur puyuh yang dibalut fillet ayam dan dilapisi remahan keping jagung atau ika wafuu harumaki-age ooba shio-kombu yakni lumpia goreng isi cumi, daun ooba, dan potongan rumput laut kombu ala Jepang.

Berlanjut ke kaki-age, Chef Hori memperlihatkan kepada para jurnalis bagaimana cara membuat yasaino kaki-age atau bakwan sayur. Jika di Indonesia bakwan umumnya berisi potongan wortel, tauge, dan daun bawang, Jepang menggunakan bahan yang lebih beragam seperti potongan ubi, jamur shiitake, batang daun michuba, akar gobo, serta udang dan cumi.

Semua bahan tersebut dicampur kemudian diberi sedikit adonan yang terbuat dari air, telur, dan tepung terigu.

Berbeda dengan bakwan Indonesia yang diolah dengan memasukkan sayur ke dalam adonan tepung, sehingga tepung menjadi bahan yang lebih dominan, maka Jepang justru menggunakan adonan tepung hanya sebagai perekat potongan-potongan sayur agar tidak kocar-kacir saat digoreng.

"Adonan cukup dikocok kasar agar gluten dari tepung tidak keluar semua. Proses ini penting agar gorengan menjadi renyah dan rasa aslinya tidak hilang," kata Chef Hori.


Ayam gulung

Yang terakhir dibuat adalah torino bareisho maki-age, yakni ayam gulung kentang. Hidangan ini masuk dalam kategori su-age yang tidak menggunakan pelapis apa pun.

Cara memasaknya cukup mudah. Daging ayam bagian dada yang sudah dipotong sekitar empat-lima cm dan ditaburi sedikit garam kemudian digulung dalam irisan kentang yang tipis memanjang.

Setelah dua kali lipat, gulungan ayam dan kentang itu ditusuk dengan menggunakan tusuk gigi kemudian ditaburi sedikit sekali tepung terigu sebelum digoreng.

"Rasanya akan sangat unik, kelembutan daging ayam di bagian dalam berpadu dengan renyahnya kentang bagian luar," tutur Chef Hori.

Baca juga: Cicip satu set makanan Jepang dipadu anggur Spanyol

Menggoreng dengan Benar

Rahasia kelezatan gorengan Jepang tidak hanya terletak pada variasi bahan dan kulit, tetapi juga teknik menggoreng.

Warga Jepang biasanya menggunakan agenabe, wajan khusus untuk menggoreng yang terbuat dari tembaga. Logam ini dipilih agar penyebaran panas di wajan lebih merata.

"Kami juga menggunakan minyak dari kedelai, karena kalau pakai minyak goreng biasa akan mudah turun suhunya, aromanya pun kurang kuat," kata Chef Hori.
 
Gorengan Jepang dimasak dengan teknik "deep fried" dimana bahan makanan harus tercelup seluruhnya ke dalam minyak panas bersuhu 160-170 derajat Celcius. (ANTARA News/Yashinta Difa)


Suhu minyak yang paling cocok untuk menggoreng berkisar 160-170 derajat Celcius. Gorengan Jepang dimasak dengan teknik deep fried, yakni menggunakan minyak banyak dengan suhu tinggi agar bahan makanan bisa tercelup sempurna ke dalam minyak.

Orang Jepang juga menggunakan kanabashi, yakni sumpit khusus untuk menggoreng. Sumpit ini memiliki pegangan dari kayu, tetapi bagian tengah sampai ujungnya yang meruncing terbuat dari logam stainless. Penggunaan stainless dimaksudkan supaya sumpit tidak menyerap minyak dan agar aroma kayu tidak masuk ke makanan.

Berbagai bahan yang dibuat Chef Hori digoreng selama dua-tiga menit, namun dalam sekali goreng ia hanya memasukkan maksimal empat bahan.

Lagi-lagi disiplin dalam memasukkan bahan makanan maksimal setengah dari jumlah minyak yang ada dalam wajan ini penting untuk menjaga suhu minyak tetap panas.

"Teknik menggoreng di Jepang itu minyak harus selalu bersih. Artinya tidak boleh ada sisa adonan yang tertinggal dari gorengan sebelumnya," kata Chef Hori.

Setelah matang, gorengan diangkat kemudian ditiriskan di atas tisu dan dibumbui sedikit garam saat masih panas-panasnya agar rasa asin meresap ke dalam minyak.

Garam adalah satu-satunya bumbu yang digunakan dalam gorengan Jepang, selain saus tomat yang biasa digunakan untuk cocolan gorengan yang ditusuk seperti renkon niku-zume (akar teratai lapis daging cincang ayam), shiitake ebi-zume (jamur shitake lapis cincang udang), dan gyuniku cheese (sate daging sapi dan keju cheddar).

Saat menikmati gorengan Jepang, kita orang Indonesia sebaiknya melupakan saus sambal apalagi cabai rawit yang biasa menjadi teman menyantap gorengan Indonesia.

"Kami berusaha meminimalisasi bumbu dengan menambahkan garam setelah gorengan diangkat untuk mempertahankan rasa asli bahan-bahan makanan, sehingga rasanya tidak kalah dengan bumbu tambahan ataupun tertutupi rasa adonan," ujar Chef Hori.

Seperti di Indonesia, gorengan Jepang bisa disandingkan dengan makanan pendamping lain seperti nasi atau sayuran. Tetapi khusus tempura, ia hanya dimakan sebagai camilan tanpa nasi.

Baca juga: Restoran Jepang gunakan seluruh bagian ikan demi hindari limbah

Bukan asli Jepang
 
Selain dijadikan camilan, gorengan Jepang juga biasa disantap dengan "tenmusu" atau nasi kepal berisi tempura udang yang dibalut rumput laut. (ANTARA News/Yashinta Difa)


Meski tempura dan gorengan lainnya menjadi salah satu makanan yang paling dicari jika berkunjung ke restoran Jepang, ternyata hidangan ini bukan warisan budaya asli Jepang.

Menurut penjelasan Chef Hiro, cara masak menggunakan minyak dibawa masuk ke Jepang sekitar 300-400 tahun yang lalu oleh bangsa Portugis dan Spanyol.

Masuknya minyak goreng ke Jepang bersamaan dengan masuknya pistol dan agama Kristen serta Katolik.

Walaupun bukan asli berasal dari Jepang, gorengan dipilih sebagai makanan yang ingin diperkenalkan dalam promosi kuliner Jepang untuk memperingati 60 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia-Jepang yang jatuh pada tahun ini.

Sebelumnya, Kedubes Jepang telah mengadakan dua demonstrasi masak untuk daging wagyu dan ikan.

"Gorengan tidak lepas dari budaya masyarakat Indonesia, sebagai salah satu jajanan yang paling mudah ditemukan di warung kaki lima," kata Dubes Ishii.

Dengan pengenalan beragam gorengan Jepang, ia berharap hidangan ini bisa lebih dieksplorasi oleh masyarakat Indonesia.

Gorengan memang sangat dekat dengan budaya masyarakat kedua negara, tetapi ada perbedaan mencolok dari gorengan Jepang dan Indonesia.

Di Indonesia umumnya gorengan dijual dengan harga yang relatif murah, hanya berkisar ribuan rupiah saja. Bahkan di beberapa daerah selain Jakarta, masyarakat masih bisa menemukan gorengan tempe, tahu, ubi, atau bakwan dijual dengan harga di bawah Rp1.000 per satuannya.

Lain halnya di Jepang, seseorang harus rela menghabiskan 5.000-10.000 yen (sekitar Rp500 ribu-Rp1 juta) untuk bisa menikmati satu paket menu gorengan di restoran khusus tempura di Tokyo.

Perbedaan harga yang sangat drastis itu dapat dipahami mengingat bahan yang digunakan untuk gorengan di Jepang adalah bahan-bahan segar dengan proses memasak yang sangat cermat untuk memastikan rasa asli dan nilai gizi bahan makanan tetap terjaga.

Baca juga: Mencicipi olahan ikan tai dari Jepang

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018