Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji usulan penambahan subsidi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyarankan kepada Pertamina mengusulan tambahan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar sebesar Rp 1000 per liter, atau menjadi Rp 1500 per lite.

"Usulan tambahan subsidi solar sudah disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan sedang dalam proses perhitungan oleh tim dari Kementerian Keuangan serta bagaimana mekanismenya," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, di Jakarta, Rabu.

Agung menambahkan, jika sudah dikaji oleh Kementerian Keuangan, baru selanjutnya akan ditelaah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Kalau sudah selesai dari Kemenkeu, nanti akan dibawa ke DPR dan dikaji bersama-sama," ujarnya.

Tambahan subsidi ini, kata Agung, diusulkan karena Pertamina menyalurkan BBM tanpa ada perubahan harga, meskipun harga minyak mentah dunia sedang melonjak. Dana untuk subsidi tambahan solar tersebut berasal dari keuntungan penjualan lifting minyak mentah bagian pemerintah (government take) yang dijual, karena kenaikan harga minyak mentah dunia.

Baca juga: Ekonom: Tambahan subsidi BBM tak dapat dihindarkan

Baca juga: Menkeu pastikan kenaikan pagu subsidi energi 2018


Agung menuturkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri telah memberikan lampu kuning bagi usulan penambahan subsidi ini. "Ibu Sri Mulyani menyampaikan bahwa defisit APBN masih diperkirakan di bawah 2,19 persen, kenaikan dari penerimaan yang berasal dari minyak maupun dari nilai tukar," katanya.

Perubahan itu akan sebagian dialokasikan bagi kenaikan subsidi BBM dan juga dari sisi mengkompensasi Pertamina dan PLN yang harus melakukan penugasan di dalam melaksanakan subsidi itu,lanjutnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Djoko Siswanto mengungkapkan bahwa dana untuk penambahan subsidi solar berasal dari windfall profit.

"Harga Indonesian Crude Price (ICP) sekarang kan sekitar USD 70 per barel, sedangkan asumsi (ICP) APBN 2018 itu 48 dolar AS per barel. Jadi ada selisihnya kan sekitar 22 dolar AS, itu kan jumlahnya lumayan besar. Jadi, tidak akan membebankan kas negara," jelas Joko.

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018