Ramallah, Tepi Barat (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saed Erekat pada Sabtu (19/5) mengutuk penolakan Israel terhadap keputusan Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) untuk menyelidiki pelanggaran di wilayah Palestina, terutama di Jalur Gaza.

Erekat mengatakan di dalam satu pernyataan di radio resmi Palestina, Voice of Palestine, "Penolakan Israel terhadap penyelidik dan tidak mengizinkannya masuk itu menyembunyikan kejahatannya terhadap rakyat Palestina."

Ia kembali menyatakan bahwa "pihak Palestina siap bekerja sama dengan komite penyelidikan dan menjawab semua pertanyaannya serta hak untuk pergi ke mana saja komite tersebut mau pergi".

Sementara itu, anggota Komite Pelaksana PLO Hanan Ashrawi memuji di dalam satu pernyataan surel pada Sabtu keputusan UNHRC tersebut, dan mengucapkan terima kasih kepada negara anggota yang memberi suara untuk mendukung karena mengambil posisi prinsip.

Hanan Ashrawi, sebagaimana dilaporkan Xinhua, juga menyatakan keputusan itu "mengirim pesan jelas dan kuat kepada Israel bahwa ada harga yang harus dibayar atas tindakan sepihaknya dan pelanggaran yang tak bermoral serta tidak sah".

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuduh keputusan UNHRC pada Jumat "mendukung terorisme dengan melancarkan penyelidikan kejahatan perang".

Ia mengatakan, "Israel sepenuhnya menolak resolusi yang disahkan oleh mayoritas yang otomatis anti-Israel yang hasilnya diketahui sejak awal." Ia menambahkan, "Israel akan terus mempertahankan warganya dan tentaranya sebab Israel memiliki hak untuk membela diri."

UNHRC, yang beranggotakan 47 negara, dengan 29 suara yang mendukung, dua menentang dan 14 abstein, mensahkan pembentukan satu komisi penyelidikan mengenai perbuatan Israel di wilayah Palestina, dengan pusat perhatian pada perlakuannya terhadap pemrotes Palestina di perbatasan Jalur Gaza.

Lebih dari 100 orang Palestina tewas oleh tentara Israel selama protes massal yang berlangsung selama enam pekan sejak 30 Maret di perbatasan Jalur Gaza dengan Israel.

Menurut resolusi yang disahkan itu, penyelidikan mesti dilakukan dalam konteks serangan militer terhadap banyak protes sipil yang dimulai pada 30 Maret dan untuk menentukan fakta serta kondisi pelanggaran tersebut, termasuk yang bisa menjadi kejahatan perang.

Kelompok penyelidik itu juga akan mengidentifikasi mereka yang bertanggung jawab, membuat saran, terutama mengenai langkah pertanggungjawaban, termasuk tanggung jawab pidana individu dan komando, bagi pelanggaran semacam itu.

Atas permintaan Palestina dan Uni Emirat Arab atas nama Kelompok Negara Arab, Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Jumat memulai sidang khusus guna membahas "situasi hak asasi manusia yang memburuk di wilayah pendudukan Palestina, termasuk di Jerusalem Timur".

(Uu.C003)
 

Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018