Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan menilai Kementerian Agama sangat tendensius mengeluarkan daftar 200 nama mubaligh yang direkomendasikan, karena banyak pertanyaan yang harus dijawab oleh menteri agama terkait rekomendasi tersebut.

"Terkait dengan rekomendasi 200 mubaligh rujukan dari Kemenag itu sangat tidak adil dan seolah tendensius. Karena banyak pertanyaan yang harus dijawab oleh Kemenag," kata Taufik dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu.

Menurut Taufik, sebelumnya tidak ada pengumuman secara terbuka dari Kemenag kepada masyarakat, mengenai kualifikasi mubaligh namun kementerian tersebut tiba-tiba mengumumkan rekomendasi 200 nama mubaligh.

Menurut dia, Kemenag harus menjawab beberapa pertanyaan publik, pertama, kenapa harus hanya 200 mubaligh yang direkomendasi oleh Kemenag.

"Yang kedua kualifikasi apa yang diberikan oleh Kemenag terkait dengan proses rekomendasi itu. Mengapa tidak diumumkan di masyarakat terlebih dahulu secara terbuka," ujarnya.

Taufik pun mengaku heran 200 nama mubaligh yang dikeluarkan Kemenag itu bersifat sementara karena kualifikasi dan seleksi yang ditentukan pun tidak transparan.

Politisi PAN itu menilai masih ada ribuan ustad dan ustadzah dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, ataupun tokoh-tokoh dari ormas Islam lain yang layak masuk dalam rekomendasi mubaligh.

"Dan bagaimana juga dengan mahasiswa-mahasiswa kita yang sekolah dakwah di perguruan tinggi Islam. Berarti mereka tidak boleh belajar mubaligh? Jadi kalau namanya tidak masuk dalam rekomendasi Kemenag, tidak boleh belajar dakwah," katanya.

Dia juga melihat, jumlah 200 nama mubaligh itu berbanding jauh dengan jumlah masyarakat muslim Indonesia yang mencapai lebih dari 90 persen dari 250 juta masyarakat Indonesia.

Taufik juga mempertanyakan, mengapa rekomendasi itu ditujukan kepada mubaligh saja, yang notabene untuk berceramah kepada umat Islam padahal agama-agama lain juga memiliki pemuka agama.

"Karena itu kebijakan tersebut seolah-olah tendensius kepada Agama Islam, padahal seharusnya Kemenag melindungi seluruh umat. Kenapa hanya berlaku untuk mubaligh saja, bagaimana dengan agama-agama yang lain seperti kualifikasi pendeta, pastur, biksu atau pemuka agama lain seharusnya ada, kan begitu kalau mau adil," ujarnya.

Menurut Taufik, para menteri, khususnya menteri agama, jangan terlalu mudah dalam mengeluarkan kebijakan atau rekomendasi, tanpa sebelumnya berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo.

Paling tidak, rekomendasi dikeluarkan tidak dengan asal-asalan, karena banyak nama mubaligh pada ormas-ormas Islam yang besar tidak ada dalam rekomendasi itu.

Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) telah merilis daftar 200 nama mubaligh yang memenuhi tiga kriteria. Tiga kriteria tersebut adalah mempunyai kompetensi keilmuan agama yang mumpuni, reputasi yang baik, dan berkomitmen kebangsaan yang tinggi.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pihaknya meminta informasi dari sejumlah ormas Islam, masjid besar, tokoh-tokoh ulama kiai dan para pemuka agama.

Menurut Lukman, jumlah 200 nama itu belum final karena masih ada nama-nama lain yang direkomendasikan sebagai penceramah.

Baca juga: Komentar Zulkifli Hasan soal daftar 200 Mubaligh dari Kementerian Agama

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018