Roma (ANTARA News) - Pengalaman pertama tarawih di masjid terbesar di Roma, bisa dibilang sangat menyenangkan. 

Senang, karena udaranya adem. Suhu udara di ibu kota Italia menjelang akhir musim semi sangat bersahabat, di atas 10 derajat celcius. 

Tidak itu itu saja, jamaah yang hadir juga sangat bersahabat. Begitu bertemu di area utama masjid yang bisa menampung hingga 3.000 orang itu, jamaah perempuan tempat Antaranews bergabung, langsung menyapa "Assalamualaikum."

Mereka pun dengan ramah mengajak masuk dalam shaf atau barisan para perempuan yang sebagian besar berparas Timur Tengah dan Afrika.

"Sebagian besar muslim di sini memang keturunan dan warga Mesir, Maroko, dan Tunisia, meskipun ada juga yang asli orang Italia," kata Imam besar Masjid Roma Salah Ramadhan, yang ditemui Antaranews sebelum shalat. 

Menurut dia, jumlah muslim di Roma cukup banyak mencapai  60 ribu orang. Sedangkan di seluruh Italia mencapai 1,5 juta jiwa, lebih dari 100 ribu orang diantaranya adalah orang asli Italia.

"Jumlah penduduk muslim terus bertambah di sini. Seminggu bisa ada 1-2 orang bersyahadat masuk Islam," ujar Salah.

Meski Roma bukan termasuk paling besar jumlah penduduk muslimnya dibanding London (Inggris), namun menurut Salah, masjid terbesar di Eropa justru adalah Moschea di Roma atau Masjid Roma. 

Masjid tersebut tersebu terletak di Parioli, utara kota Roma. Dari pusat kota Roma, sekitar 15-20 menit dengan menggunakan taksi, senilai 20 Euro atau sekitar Rp340 ribu.

"Masjid ini dibangun atas sumbangan Raja Faisal (Arab Saudi) dan 23 negara lainnya, termasuk Indonesia," ujarnya. 

Dari sumbangan tersebut terkumpul dana 50 juta dolar AS untuk membangun masjid di atas lahan sekitar 30 ribu meter. Tidak hanya bangunan masjid yang besar mencapai 6.000 meter persegi, di lahan tersebu juga dibangun Pusat Budaya Islam. Seluruh bangunan selesai dan diresmikan 15 Juni 1995 itu. 

Pada bulan puasa, kata Salah yang juga lulusan dan menjadi profesor di Universitas Al Azhar-Mesir itu, jamaah yang datang bisa mencapai 1000-3000 orang. 

Jamaah lintas bangsa mendengarkan ceramah Ramadhan yang disampaikan Imam Besar Masjid Roma, Salah Ramadhan, saat hari pertama tarawih (16/5), di Roma, Italia. (ANTARA News/Risbiani Fardaniah)

Namun pada saat tarawih pertama, Antaranews, hanya melihat jamaah yang shalat tidak lebih dari 200 orang. "Makin menjelang akhir Ramadhan jumlah jamaah terus bertambah," kata Salah.

Hal senada dikemukan seorang warganegara Indonesia, yang ikut shalat tarawih pertama di masjid yang juga menjadi pusat pengajaran Islam. 

"Ini mungkin belum banyak (warga muslim) yang tahu, ada tarawih pertama. Biasanya makin akhir Ramadhan masjid makin penuh jamaah," ujar Tari, WNI yang sudah 16 tahun tinggal dan bekerja di Roma. 

Bahkan, lanjut dia, pada Idul Fitri, jumlah jamaah membludak, masjid penuh. “Sholat Idul Fitri diselenggarakan sampai tiga kali,” ujar perempuan setengah baya yang bekerja sebagai pengasuh anak itu. 

Menurut Tari, persaudaraan sesama muslim di Roma sangat kuat. Apalagi mereka menjadi minoritas di negeri yang dekat sekali dengan pusat kepimpinan agama Katholik di Vatikan. 


Tarawih

Sekira pukul 23.00 waktu setempat, shalat tarawih baru dimulai, setelah tentu saja menunaikan shalat isya yang jatuh pukul 22.30.

Imam Salah ternyata tidak memimpin sholat tarawih pertama itu. Ia mengambil bagian menjadi pemberi khutbah, yang dilakukan setelah menyelesaikan empat rakaat tarawih. 

Pada ceramah yang disampaikan dalam Bahasa Arab itu, ia mengingatkan jamaah bahwa Bulan Ramadhan adalah bulan pengampunan. 

"Puasa tidak hanya menahan lapar dan haus, tapi juga menahan mata dan mulut dari pandangan dan ucapan yang tak pantas," katanya. Salah tidak hanya fasih berbahasa Arab, tapi juga Bahasa Inggris, dan Italia.

Sama dengan sebagian besar masjid di Indonesia, shalat tarawih di Masjid Roma dilakukan 11 rakaat, dengan delapan rakaat tarawih yang dilakukan dua, dua, dan tiga witir. 

Surat Al Baqarah dilantunkan imam sepanjang tarawih. Sedangkan pada witir, imam membacakan surat Al A’la, kemudian Al Zalzalah dan ditutup Al Ikhlas.

Suara merdu imam ketika melantunkan ayat-ayat suci Al Quran sempat membuat Antaranews meneteskan air mata mengingat ada surat yang menerangkan tentang tentang hari kiamat (Al Zalzalah) dan tentang penting bekal untuk kehidupanbbakhirat yang kekal dibandingkan dunia (Al A’la).

Setelah lebih dari satu jam, shalat tarawih selesai tengah malam. Sementara pukul 03.30 sudah subuh dan magrib pukul 20.30, berarti sekitar 17 jam puasa dijalani di Roma. Cukup panjang, dibandingkan di Indonesia, pikir Antaranews.

Tiba-tiba seorang  perempuan keturunan Arab yang duduk di sebelah, menghentikan lamunan sesaat. Perempuan bergamis hitam berjilbab hijau itu menyorongkan tangan bersalaman, dan menempelkan pipi kanan dan kirinya seakan kami sudah lama kenal. 

"Syukron (terima kasih)," ucap Antaranews sambil memeluk perempuan tua berwajah Arab yang ramah itu. Sungguh tidak menyangka mendapat sambutan hangat seperti itu dari orang yang baru kenal sesaat.

Benar kata Tari, ukhuwah islamiyah di Roma sangat kuat. Tidak peduli beda bangsa, beda bahasa, bila sudah ketemu sesama muslim, mereka adalah saudara dalam iman.

Jamaah perempuan dari berbagai bangsa, seperi Maroko, Tunisia, Mesir, Afrika, serta Indonesia, berpose bersama usai shalat tarawih pertama di Masjid Roma, Italia, Rabu (ANTARA News/Risbiani Fardaniah)

Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018