Jakarta (ANTARA News) - Empat orang karyawan PT Manito World mengajukan uji materiil terkait aturan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja atau buruh yang sakit berkepanjangan sebagaimana diatur dalam Pasal 172 UU Ketenagakerjaan.

"Kami keberatan dengan Pasal 172 UU Ketenagakerjaan karena merugikan hak konstitusional kami," ujar Banua Sanjaya Hasibuan yang mewakili para pemohon, di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa.

Selain Banua, tiga orang karyawan PT Manitoba World lain yang turut menjadi pemohon adalah Song Young Seok, Pitra Romadoni Nasution, dan Achmad Kurnia.

Dalam permohonannya, pemohon mendalilkan hak-hak konstitusionalnya potensial dirugikan atas berlakunya Pasal 172 UU Ketenagakerjaan, karena pekerja dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan menerima kompensasi apabila ia mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan tanpa disertai atau dibuktikan dengan rekam medis dari kedokteran.

Pemohon berpendapat tanpa adanya kewajiban melampirkan bukti rekam medis, para pengusaha termasuk pemohon akan mengalami kerugian hingga kebangkrutan karena harus membayar kewajiban pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja tersebut.

"Apabila tidak adanya rekam medis kedokteran, seandainya para karyawan menyatakan sakit, namun tidak ada rekam medis, maka membahayakan pengusaha di wilayah Indonesia," ujar Banua.

Pemohon kemudian meminta Mahkamah untuk menyatakan bahwa pasal yang diujikan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang frasa "dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja" tidak dimaknai dengan "dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan sekaligus memberikan bukti rekam medis dari kedokteran".

Baca juga: Pemerintah Pikirkan Aturan Khusus Cegah PHK Sepihak

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018