Jakarta (ANTARA News) - Amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak permohonan uji Undang-Undang nomor 24 tahun 2003 tentang MK yang diajukan oleh perorangan warga negara Indonesia bernama Muhammad Hafidz.

"Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung MK Jakarta, Rabu.

Dalam dalilnya pemohon menyatakan bahwa Pasal 57 ayat (3) UU MK telah menghilangkan kepastian hukum, karena terhadap putusan yang dikabulkan oleh MK hanya dimuat dalam berita negara yang berfungsi untuk mengumumkan.

Terkait dengan dalil pemohon tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa Pasal 57 ayat (3) UU MK telah cukup untuk diketahui secara umum bahwa seluruh penyelenggara negara dan warga negara terikat untuk tidak menerapkan dan melaksanakan lagi materi yang telah dinyatakan inkonstitusional.

Artinya suatu putusan langsung efektif berlaku tanpa memerlukan tindak lanjut dalam bentuk implementasi perubahan undang-undang yang diuji.

"Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, tidak terdapat persoalan inkonstitusionalitas norma dalam materi muatan Pasal 57 ayat (3) UU MK, sehingga Mahkamah berpendapat permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum," ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams membacakan pertimbangan Mahkamah.

Baca juga: MK tolak uji aturan penahanan dalam KUHAP

Baca juga: Empat karyawan gugat aturan PHK di MK

Baca juga: Ketentuan soal masa jabatan presiden digugat di MK


Sementara terkait dengan pengujian untuk Pasal 59 ayat (2) UU MK, Mahkamah menyatakan pemohon telah kehilangan objeknya, karena sebelumnya pasal tersebut telah diuji dan dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah.

"Menyatakan Pokok permohonan Pemohon sepanjang berkenaan dengan Pasal 59 ayat (2) UU MK tidak dapat diterima," ucap Anwar Usman membacakan amar putusan Mahkamah.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018