Bogor (ANTARA News) - Kondisi warga korban keracunan makanan diduga berasal dari Tutut (keong air tawar) sudah berangsur membaik, tiga warga diperbolehkan pulang dari Puskesmas Kota Bogor Jawa Barat.

"Alhamdulillah kondisi pasien membaik, ada dua pasien dewasa boleh pulang siang ini, dan ada satu pasien lagi berencana pulang, tetapi masih menunggu anaknya yang juga pasien keracunan," Kepala Puskesmas Bogor Utara, dr Oki Kurniawan, kepada Antara di Bogor, Minggu.

Oki mengatakan, dua pasien dewasa yang boleh pulang tersebut dirawat di Puskesmas Bogor Utara. Satu pasien yang berencana pulang, dirawat di Puskesmas Merdeka.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, sebanyak 85 orang warga di Kampung Sawah, Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara mengalami keracunan makanan usai mengkonsumsi Tutut (keong air tawar).

Puluhan warga itu berasal dari empat RT berbeda di satu RW 007, yakni RT 01, RT 02, RT 03 dan RT 05. Mereka mengalami gejala mual, muntah, diare, disertai demam tinggi, usai mengkonsumsi Tutut.

Peristiwa tersebut terjadi secara massal, Jumat (25/5) malam. Kader Posyandu, dan tenaga kesehatan Puskesmas Bogor Utara gerak cepat menolong warga di rumahnya, memberikan infus. Tetapi kondisinya semakin memburuk hingga akhirnya dilarikan ke Puskesmas Bogor Utara.

Jumat malam itu total pasien yang masuk 38 orang hingga pukul 22.30 WIB, pihak Puskesmas merujuk pasien ke sejumlah rumah sakit dan puskesmas lainnya.

"Malam itu juga saya instruksi petugas kesehatan Puskesmas menelusuri warga lain yang mungkin terkena, ternyata ada penambahan 19 orang lagi. Ada juga yang secara mandiri ke rumah sakit, tanpa melalui Puskesmas," kata Oki.

Hingga Sabtu (26/5) dini hari pukul 00.00 WIB, jumlah pasien yang datang bertambah menjadi 47 orang. Dan terus bertambah hingga siang 12.00 WIB menjadi 85 orang.

Penambahan ini terjadi karena hasil survei tim kesiapsiagaan Dinkes Bogor bersama tim surveilance Puskesmas yang melakukan observasi ke lapangan, ditemukan warga lainnya yang mengalami gejala sama.

"Pagi ini (Minggu-red) ada penambahan pasien lagi, total pasiennya jadi 86 orang," kata Oki.

Menurut Oki, gejala mual, muntah dan diare yang dialami warga satu kampung tersebut cukup hebat, durasinya bisa sampai 20 kali dalam beberapamjam, sehingga memerlukan perawatan medis, tidak cukup diberi infus saja, tetapi dilengkapi dengan obat-obatan.

Jumlah pasien yang datang ke Puskesmas Bogor Utara semakin membludak, sementara daya tampung rawat inap hanya 13 tempat tidur. Pasien yang berdatangan dirujuk ke sejumlah rumah sakit dan puskesmas lainnya.

Pasien dari Puskesmas Bogor Utara ini dirujuk ke RSUD Kota Bogor sebanyak 15 orang, RS Mulia empat orang, RS Azra tiga orang, RS PMI dua orang, RS Vania satu orang, RS BMC satu orang status rawat jalan, Puskesmas Mekar Wangi tiga orang, Puskesmas Tanah Sareal enam orang, dan beberapa orang dirawat oleh bidan dan perawat di rumahnya (homecare).

Oki mengatakan, gejala yang dialami warga disebabkan oleh keracunan bakteri. Karena ada masa inkubasi lebih dari 24 jam setelah mengkonsumsi jajanan tutut. Jumlah bakteri yang bertumbuh kembang dalam tubuh menimbulkan gejala seperti itu.

"Karena warga makan tututnya berbeda harinya, ada yanb mulai hari Rabu, dan Kamis, dan bereaksi gejalanya di hari Jumat," kata Oki.

Kemungkinan bakteri yang menyerang warga adalah E.coly, tetapi bisa jadi lebih jahat lagi dari E.coly yang bersumber dari tutut yang dikonsumsi warga.

Untuk mengetahui penyebab pastinya keracunan dialami warga apakah karena kuman, atau lainnya, sedang dianalisis di laboratorium Labkesda Kota Bogor dan Labkesda Provinsi Jawa Barat.

"Bisa saja kumanya berasal dari tututnya, atau dari cara masak yang tidak memperhatikan standar sanitasi dan higienis, atau dari sumber airnya," kata Oki. 

Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018