Jakarta (Antara News) -- Industri asuransi nasional menaruh perhatian besar terhadap kemungkinan sebuah sesar atau lempeng tektonik aktif yang terbentang dari wilayah Jawa Tengah bagian selatan hingga ke Jawa Barat bagian selatan melintasi wilayah Jakarta.

 
Hal ini diungkapkan Direktur Indonesia Re Kocu A. Hutagalung di acara Focused Group Discussion bertajuk "Gempa di Selatan Pulau Jawa" yang diselenggarakan oleh BUMN reasuransi, Indonesia Re, di Jakarta, Kamis (31/5).

"Keberadaan sesar masih harus dibuktikan, tapi sudah ada indikasi-indikasinya. Oleh karena itu, kami harus terus melanjutkan diskusi dengan berbagai stakeholder, mulai dari pemerintah, industri, hingga akademisi," ujar Kocu.
Terdapat empat poin yang menjadi perhatian terhadap potensi terjadinya gempa di Jakarta dalam acara FGD yang melibatkan sejumlah perusahaan asuransi nasional, akademisi dari Institut Teknologi Bandung, dan Maipark ini, yakni: sesar di selatan pulau Jawa, sesar yang ada di daerah penyangga Jakarta, sesar yang ada di wilayah Jakarta, dan mekanisme antitetik .
Tak kalah penting, lanjut Kocu, adanya ketetapan dari pemerintah terhadap keberadaan sesar yang melintasi Jakarta sangat dinanti oleh pihak industri reasuransi karena hal ini akan menjadi patokan bagi banyak stakeholder, khususnya para pemiliki properti.

"Definisi (ketetapan) dari pemerintah sangat penting untuk mengetahui ada sesar atau tidak, potensi gempa berapa skala richter sehingga akan mempengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah building code," tambah Kocu.

Pada kesempatan yang sama, RDI Senior Expert PT Reasuransi Maipark Indonesia M. Haikal Sedayo mengatakan, meskipun belum terbukti adanya sesar yang melintasi Jakarta, dengan terjadinya gempa di Lebak, provinsi Banten pada awal tahun 2018, menjadi pegangan sekaligus peringatan bagi industri reasuransi agar mempertimbangkan wilayah Jakarta dan sekitarnya sebagai salah satu daerah yang rawan gempa.
"Oleh karena itu, kami sangat mendukung penelitian ITB untuk memastikan itu (sesar yang melintasi Jakarta) secara ilmiah agar hal ini bisa masuk ke peta resmi gempa nasional. Sehingga, saat kita masukan ke perhitungan harga, tidak ada resistensi lagi dari pasar," ujar Haikal.

Sementara itu, dekan Fakultas Teknik dan Pertambangan ITB Prof. Sri Widyantoro memaparkan riwayat gempa di Jakarta sudah dimulai pada abad ke-17, tepatnya tahun 1699. Berdasarkan katalog gempa milik geolog asal Jerman Arthur Wichmann, gempat bumi dahsyat pernah melanda Jakarta, yang mengakibatkan puluhan rumah rusak, longsor di Gunung Gede, dan banjir bandang di sepanjang sungai Ciliwung.

"Gempa di Lebak pada awal tahun 2018 yang membangungkan kita bahwa Jakarta tidak aman dari gempa. Meskipun demikian, kemungkinan sesar ini melintasi Jakarta potensi belum masuk ke dalam Peta Sumber dan Bahaya Gempa 2017," ungkap pria yang juga merupakan guru besar seismologi ITB ini.

FGD ini merupakan rangkaian kerjasama lintas sektor yang ditandatangani pada 19 Juli 2017 antara Indonesia Re, Maipark, dan ITB. Kerjasama ini ditujukkan untuk merancang langkah-langkah memitigasi potensi bencana alam di seluruh Indonesia melalui proteksi dari sektor reasuransi. (adv)

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2018