Beograd (ANTARA News) - Parlemen Serbia dengan suara mayoritas besar pada Selasa (24/7) petang setuju mendukung resolusi pemerintah mengenai Kosovo menolak setiap usaha untuk memperoleh kemerdekaan provinsi yang membangkang dan berpenduduk mayoritas etnik Albania itu. Setelah lebih dari delapan jam perdebatan dalam sidang khusus parlemen, para anggota badan legislatif itu dalam satu kesepakatan yang jarang terjadi, memutuskan dengan perbandingan suara 217 setuju dan hanya 12 menentang menyetujui resolusi pemerintah itu. Tiga anggota parlemen dari 232 anggota yang hadir di sidang dewan yang beranggotakan 250 orang itu abstein. Pemungutan suara itu dilakukan persis beberapa jam menjelang pertemuan di Wina dari apa yang disebut Kelompok Kontak yang terdiri AS, Inggris, Jerman, Perancis, Italia dan Rusia untuk membicarakan tahap baru perundingan-perundingan antara Beograd dan Pristina setelah Dewan Keamanan PBB gagal mencapai satu sikap bersama. "Ini adalah saat yang terbaik bagi parlemen untuk menetapkan strategi masa depan Serbia untuk menyelesaikan masalah nasional yang paling penting itu," kata PM Serbia Vojislav Kostunica kepada para anggota badan legislatif itu. Perundingan berbulan-bulan yang ditengahi PBB antara para pemimpin Serbia dan Albania Kosovo di masa lalu gagal menghasilkan kompromi-kompromi yang berarti. Serbia menentang setiap bentuk kemerdekaan bagi provinsi selatannya itu, di mana etnik Albania merupakan sekitar 90 persen penduduk provinsi yang berjumlah dua juta jiwa itu. Resolusi itu mengatakan pemerintah akan "menanggapi dengan segera dan keras" setiap indikasi pengakuan sepihak terhadap Kosovo yang merdeka, tapi rancangan itu tidak merinci mengenai tindakan-tindakan yang akan dilakukan pemerintah. "Serbia akan menolak setiap usaha warga Albania Kosovo untuk memproklamasikan secara sepihak kemerdekaan," kata Kostunica memperingatkan. Ia menambahkan "setiap negara yang ingin memiliki hubungan yang normal dan bersahabat dengan Serbia harus menghrmati piagam PBB, yang menjamin bahwa perbatasan-perbatasan yang diakui internasional tidak dapat diubah." Akan tapi, Aleksander Vucic dari partai Radikal nasionalis garis keras Serbia menuduh pemerintah "terlalu lemah" dan menuntut pemutusan hubungan diplomatik dengan negara yang mengakui kemerdekaan Kosovo. Pemimpin partainya Tomislav Nikolic menyerukan pemerintah menyampaikan rencananya bagi Serbia untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO dan "menggunakan segala jalan untuk mempertahankan Kosovo kita." Hanya Partai Demokrat Liberal dari oposisi dan wakil-wakil dari etnik minoritas Hongaria menolak resolusi itu , dengan pihak liberal mengatakan provinsi itu harus merdeka karena sudah dikuasai etnik Albania selama pemerintahan mantan orang kuat Slobodan Milosevic almarhum. Resolusi itu juga mengatakan Serbia "siap memulai satu tahap baru perundingan-perundingan" dan "perlu agar faktor-faktor internasional, serta wakil-wakil Serbia, menjamin perundingan-perundingan riil." Presiden Serbia Boris Tadic mengemukakan kepada para anggota parlemen bahwa sikap Serbia sekarang "jauh lebih baik" tapi memperingatkan bahwa "ini tidak berarti itu besar dan segalanya telah diselesaikan." "Kita menghadapi hari-harisulit dan perundingan masih tidak tahu apapun tentang itu, bentuk apa yang akn mereka miliki, siapa yang akan memimpin mereka, serta semua masalh ini belum diputuskan," kata Tadic. Tadic menyerukan satu "persatuan politik nasional" dalam proses perundingan yang diperkirakan akan dimulai Agustus. Beograd sejauh ini mengusulkan satu otonomi luas bagi provinsi itu,tapi etnik Albania berikirar mereka tidak akan menyetujui status apapun kecuali kemerdekaan. Kosovo yang secara teknis merupakan provinsi Serbia, berada di bawah pemerintah PBB sejak serangan bom NATO tahun 1999 yang mengakhiri aksi kekerasan Serbia terhadap etnik mayoritas Albania di daerah itu, demikian laporan AFP. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007