Batam (ANTARA News) - Demokrasi Indonesia yang berkembang semenjak Orde Baru (Orba) tumbang dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi. Gejala seperti itu umum terjadi di negara ketika demokrasinya sedang berkembang, tetapi perlu penelitian khusus untuk kasus Indonesia, kata Peneliti Lembaga Kajian Demokrasi dan Hak Asasi (Demos), AE Priyono, kepada ANTARA di Batam, Rabu. Ada studi yang menyatakan perkembangan demokrasi berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi. "Begitu juga yang terjadi di Indonesia sekarang," katanya. Ia mengatakan kecenderungan demokrasi menghambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia sudah nampak. "Memang seperti itu yang nampak, tapi kenapa terjadi, harus ada penelitian lagi," katanya. Senada dengan Priyono, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Batam, Hardi S Hood, mengemukakan demokrasi yang ditandai dengan kebebasan berpendapat dan berserikat di Indonesia menghambat pertumbuhan ekonomi. "Terlalu banyak yang bicara, tidak ada yang bergerak (bekerja)," katanya. DPR Sementara itu, Damien Kingsbury, pakar ilmu internasional dan politik dari Universitas Deakin, Melbourne, Australia, mengatakan sejak sekitar 10 tahun lalu Indonesia kekurangan penanam modal asing. Menurut Kingsbury, satu penyebabnya adalah kurangnya dukungan DPR atas kebijakan-kebijakan ekonomi yang dibuat Presiden. "Presiden memiliki fungsi eksekutif dan dapat mengajukan peraturan, namun semua bentuk peraturan harus disetujui DPR sebelum diberlakukan," katanya dalam wawancara dengan Radio Singapura Internasional, Rabu. Kebijakan politik suatu partai dalam DPR juga mempengaruhi dukungan kepada Presiden. Ia mengatakan DPR yang terdiri dari banyak partai memiliki ideologi dan kepentingan yang berbeda, sehinggga berlainan cara pandang mereka terhadap suatu isu. Selain itu, katanya, beberapa partai oposisi berkecenderungan selalu menolak kebijakan Presiden dan terus mencoba menjatuhkan kredibilitas Presiden. (*)

Copyright © ANTARA 2007