Jakarta (ANTARA News) - Kalimantan tak hanya terkenal dengan wisata alam, Anda juga bisa mengunjungi berbagai tempat menarik dalam menikmati libur Idul Fitri tahun ini bersama orang-orang terkasih. Simak destinasi wisata religi di pulau ini yang bisa Anda datangi saat libur lebaran.

Masjid Jami Pontianak

Orang juga mengenalnya sebagai Masjid Jami’ Sultan Abdurrahman yang merupakan bagian dari Keraton Kadariyah. Bangunannya unik karena dirancang seperti rumah panggung sebagai antisipasi bila terjadi banjir. Mimbar dalam masjid juga dirancang berbeda dari biasanya, yakni mirip geladak kapal. Pengunjung bisa mencapai tempat ini melalui jalur darat maupun jalur sungai, yakni dengan menaiki kapal cepat atau sampan dari pelabuhan Senghie. 
 
Masjid Jamiatul Khair, Mempawah, Kalimantan Barat (Screenshot YouTube)

Masjid Keraton Jami’atul Khair

Masjid ini adalah peninggalan Keraton Amantubillah, Mempawah, Pontianak. Masjid ini sudah berdiri sejak 1906, dibangun oleh Panembahan Menpawah Mohammad Atufik Akamaddin. Jika berkunjung ke sini, Anda bisa juga menikmati pemandangan sungai Mempawah.

 
Makam Opu Daeng Menambon (Indonesiakaya.com)

Makam Opu Daeng Menambon

Opu Daeng Manambom adalah raja pertama dari Kerajaan Mempawah. Ia berkuasa dari 1965 hingga 1763. Raja yang dikenal bijaksana, adil dan sederhana ini menerapkan hukum Islam saat memerintah. Meski berkuasa di Kalimantan, dia sebenarnya berasal dari Sulawesi Selatan. Makam Opu Daeng Menambon adalah tempat yang selalu dikunjungi Raja Mempawah saat melakukan prosesi Robo-Robo, ritual memperingati napak tilas perjalanan Opu Daeng Menambon. Robo-Robo juga dipercaya bisa menolak bala.
Masjid Kiai Gede (Wikipedia)

Masjid Kiai Gede, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah

Berdiri pada 1052 Hijriah, Masjid Kiai Gede adalah masjid pertama di Kalimantan Tengah. Bangunannya terbuat dari kayu ulin. Namanya diambil dari nama ulama Demak Kiai Gede yang diutus menyebarkan Islam di pulau tersebut. Dari sisi arsitektur, bangunan cagar budaya ini serupa dengan Masjid Demak. Ada jam kayu kuno di halamannya yang dulu dipakai untuk menentukan waktu shalat. 
 
Masjid raya sabilal muhtadin (Wikipedia)

Masjid Raya Sabilal Muhtadin

Dikenal juga sebagai Masjid Raya Banjarmasin ini adalah penghormatan untuk ulama besar Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari yang mengembangkan Islam di Kerajaan Banjar alias Kalimantan Selatan. Ulama ini juga dikenal dan dihormati di Malaka, Filipina, India, Mekkah, Madinah, Istanbul dan Mesir. Masjid ini adalah salah satu kebanggaan kota Banjarmasin yang halamannya memiliki titik nol kilometer Kalimantan Selatan.

Masjid Islamic Center Samarinda

Masjid termegah dan terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Istiqlal ini berdiri di tepi sungai Mahakam. Terdapat tujuh menara, menara utamanya setinggi 99 meter yang menyimbolkan Asmaul Husna. Anak tangga dari lantai daser ke lantai utama masjid berjumlah 33 anak tangga, sama dengan sepertiga jumlah biji tasbih. 
Masjid Shirathal Mustaqiem, Kalimantan Timur (Wikipedia)


Masjid Shirathal Mustaqiem 

Terletak tak jauh dari sungai Mahakam, pengunjung bisa memandang hilir mudik kapal yang melewati sungai. Masjid ini berdiri sejak 1881 dan didominasi warna kuning, hijau dan putih. Kuning menyimbolkan masa keemasan dan kejayaan, hijau simbol kedamaian dan ketenangan dan bagian dalamnya putih sebagai simbol kesucian.


Masjid Tua Imanuddin, Gunung Tabur

Terletak di kompleks Kesultanan Gunung Tabur, masjid ini dibangun sejak abad ke-18 pada masa Sultan Aji Pangeran Raja Muda Si Barakkat. Masjid ini adalah bagian dari sejarah masuknya Islam di Kabupaten Berau, juga bagian perjuangan masyarakat setempat melawan penjajahan Belanda dan Jepang.
 
Masjid Agung Baitul Hikmah, Kalimantan Timur (Screenshot YouTube)

Masjid Agung Baitul Hikmah

Terletak di pusat kota, masjid ini sering dikunjungi wisatawan muslim saat perayaan hari besar Islam. Masjid ini punya menara setinggi 70 meter di mana pengunjung bisa memandang Kota Tanjung Redeb dari atas. Namun kini akses untuk pengunjung ke menara ditutup karena menaranya dihuni oleh ribuan burung walet.
 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018