Bekasi (ANTARA News) - Ketua Dewan Transportasi Kota Bekasi, Harun Al Rasyid menilai kebijakan lawan arah atau contraflow dan satu jalur atau one way di Tol Jakarta-Cikampek adalah rekayasa lalu lintas yang instan namun berisiko tinggi.

"Selama arus balik dan arus mudik tahun ini, Jasa Marga sering kali melakukan rekayasa lalin contraflow maupun one way sebagai cara instan mengurai kemacetan tol. Namun perlu diingat bahwa upaya tersebut selain memiliki manfaat, juga ada risikonya bagi pengendara," katanya di Bekasi, Selasa.

Menurut Harun, dua jenis rekayasan lalin tersebut saat ini tengah menjadi andalan para operator lalu lintas tidak hanya di Jakarta dan sekitarnya, namun juga kota kecil di Jawa karena hasilnya yang bersifat instan.

"Sekarang ini Jakarta sampai Surabaya sama-sama menggunakan contraflow dan one way. Kota kecil di Jawa juga sudah diberlakukan," katanya.

Kedua rekayasa lalin tersebut sama-sama memiliki risiko bila dalam implementasinya tidak dilakukan secara seksama dan matang.

Harun mencontohkan, contraflow adalah rekayasa lalin yang paling berisiko tinggi, sebab pengendara akan digiring masuk ke jalur lawan arah pada lajur cepat dengan pembatas hanya berupa kerucut lalu lintas yang dipasang berjajar di sepanjang lintasannya.

"Kecepatan rata-rata kendaraan pada jalur contraflow sekitar 80 kilometer per jam lebih sangat berbahaya bila terjadi benturan dengan kendaraan dari arah berlawanan yang juga memiliki kecepatan tinggi," katanya.

Menurut Harun, kebijakan itu akan sangat berisiko kalau penempatan rambu maupun petugas siaganya kurang dari standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku.

Akademisi Universitas Islam 45 Bekasi itu juga menilai rekayasa lalin one way yang sudah berulang kali dilaksanakan di Tol Jakarta Cikampek selama musim mudik dan arus balik juga memiliki risiko lain.

"Imbas dari pemberlakuan one way itu adalah pengalihan akses masuk tol menuju jalan arteri dalam kota, sehingga dampaknya memicu kemacetan parah di dalam kota," katanya.

Harun mengatakan, pemberlakuan dua skema rekayasa lalin tersebut mengindikasikan bahwa badan Jalan Tol Jakarta-Cikampek sebenarnya sudah tidak bisa lagi menampung volume kendaraan pemudik maupun arus balik.

"Volume kendaraan saat ini semakin tinggi. Kapasitas jalan tidak sebanding dengan jumlah kendaraan, sehingga diambil kebijakan ini. Justru tahun ini kita belajar dari situasi tahun lalu, sehingga relatif arus mudik kali ini lebih lancar dibandingkan tahun lalu," katanya.

Namun demikian, Harun optimistis aktivitas mudik Lebaran pada 2019 akan semakin lebih baik menyusul selesainya sejumlah pengerjaan proyek infrastruktur seperti Jakarta Elevated, kereta cepat Jakarta-Bandung dan Light Rail Transit (LRT).

"Kebijakan jangka panjangnya akan ada Elevated, LRT dan kereta cepat. Mudah-mudahan bisa menjamin keamanan dan kenyamanan pemudik di jalanan mulai tahun depan," katanya.

Baca juga: Jasa Marga perpanjang jalur "contraflow" di Tol Cikampek

Baca juga: Petugas lakukan lawan arus Tol Cipali KM 132-129

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018