New York (ANTARA News) - Minyak mentah berjangka AS naik hampir dua persen pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), didukung oleh penurunan persediaan domestik, sementara Brent turun tipis menjelang pertemuan OPEC akhir pekan ini yang dapat menghasilkan keputusan peningkatan produksi global.

Patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli, naik 1,15 dolar AS atau 1,8 persen menjadi menetap di 66,22 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. WTI berjangka untuk pengirima Agustus ditutup 81 sen lebih tinggi pada 65,71 dolar AS per barel.

Sementara itu, minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus turun 0,34 dolar AS atau 0,5 persen menjadi ditutup pada 74,74 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, demikian seperti dilansir Reuters.

Persediaan minyak mentah AS turun 5,9 juta barel pekan lalu, penurunan satu minggu terbesar sejak Januari, kata Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu (20/6).

Konsumsi kilang minyak mentah AS naik menjadi 17,7 juta barel per hari, rekor tertinggi untuk tahun ini, data EIA menunjukkan.

"Laporan EIA hari ini tampak sangat optimis terhadap WTI mengingat penarikan stok minyak mentah yang jauh lebih besar dari perkiraan hampir enam juta barel, yang lebih dari dua kali lipat dari peningkatan yang kami perkirakan," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates di Galena, Illinois, dalam sebuah catatan.

"Namun, penurunan besar dalam minyak mentah hampir sama sekali diimbangi oleh peningkatan gabungan bensin (dan) distilasi sekitar enam juta barel."

Para pedagang mengatakan penurunan dalam pasokan Libya, termasuk berkurangnya tangki penyimpanan 400.000 barel, juga membantu mendukung harga minyak.

Produksi minyak Libya telah dipangkas menjadi antara 600.000 hingga 700.000 barel dari lebih dari satu barel per hari, menyusul bentrokan di terminal minyak Ras Lanuf dan Es Sider.

Serangan oleh faksi-faksi bersenjata yang menentang Tentara Nasional Libya (LNA) Khalifa Haftar telah memaksa penutupan dua pelabuhan sejak 14 Juni dan deklarasi force majeure pada ekspor.

Namun demikian, pasar dibayangi kesuraman terkait pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen besar lainnya, termasuk Rusia, yang dijadwalkan pada 22-23 Juni di Wina.

"Setiap perkembangan di OPEC dapat menggerakkan kita," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group di Chicago.

Arab Saudi sedang mencoba untuk meyakinkan sesama anggota OPEC tentang perlunya meningkatkan produksi minyak, kata seorang sumber pada Rabu (20/9).

Rusia, yang bukan bagian dari OPEC namun merupakan produsen minyak terbesar dunia, juga mendorong untuk melonggarkan kendali pasokan yang diperkenalkan untuk menopang harga pada 2017.

Anggota OPEC lainnya, termasuk Iran, menentang langkah semacam itu, karena khawatir harga akan merosot.

Iran mengisyaratkan pihaknya akan memungkinkan peningkatan kecil dalam produksi minyak OPEC, membiarkan beberapa anggota OPEC yang telah overdelivered pada pemotongan kembali untuk mematuhi kuota.

Itu akan secara efektif berarti sebuah dorongan moderat dari produsen-produsen seperti Arab Saudi yang telah memotong lebih dalam daripada yang direncanakan, meskipun ada penghentian produksi di Venezuela dan Libya.

Scott Sheffield, ketua eksekutif Pioneer Natural Resource Co mengatakan OPEC akan meningkatkan produksi sekitar satu juta barel per hari untuk menjaga pasokan minyak mentah global dan permintaan dalam keseimbangan seiring penurunan produksi di tempat lain.

(UU.A026)
 

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018