Serang (ANTARA News) - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat ada sekitar 150 jenis permasalahan menimpa buruh migran asal Indonesia yang bekerja di berbagai negara di dunia, seperti gaji tidak dibayar, diperkosa, disiksa, disekap dan sebagainya. "Minimnya instrumen perlindungan bagi buruh migran Indonesia, juga menjadi pemicu maraknya permasalahan yang telah menimbulkan korban tenaga kerja Indonesia yang tak terhitung jumlahnya," kata Ketua Dewan Pimpinan Nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), M Miftah Farid, usai bertemu dengan DPRD dan Muspida Kabupaten Serang, Senin. Oleh sebab itu, untuk membantu para pahlawan devisa tersebut, SBMI berupaya terus melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan berbagai pihak termasuk pemerintah daerah. SBMI terus berupaya untuk membentuk Dewan Pimpinan Cabang di berbagai wilayah di seluruh Indonesia, serta melakukan pemantauan di kantong-kantong buruh migran dan negara tujuan. Selain itu, sesuai dengan visi SBMI untuk meningkatkan harkat, martabat dan kesejahteraan buruh migran Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya, pihaknya juga mendorong pemerintah daerah agar mempunyai andil yang besar dalam mengurus para buruh migran Indonesia seperti memberikan pelatihan yang lebih maksimal serta mendorong dibentuknya Perda mengenai buruh migran. "Seperti dinas kependudukan bisa menjadi fasilitator untuk memberikan informasi mengenai buruh migran dari daerahnya yang ada di berbagai negara, supaya mereka benar-benar terlindungi dan mempermudah untuk melakukan koordinasi dengan pihak keluarga," kata Frengky Sahilatua, Duta Buruh Migran Indonesia dari SBMI. Selain itu, kata Frengky, permasalahan kurangnya pemahaman mengenai bahasa atau komunikasi yang kurang oleh buruh migran menjadi pemicu terjadinya permasalahan sehingga hal ini harus menjadi perhatian lembaga-lembaga pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan waktu pelatihan yang diberikan kepada para calon buruh migran. Sementara itu, menurut catatan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) SBMI Jabodetabek, Ali Muksin, ada sekitar 446 kasus selama tahun 2006 menimpa buruh migran asal Banten yang berjumlah sekitar 21.700 orang dengan rata-rata kontrak selama dua tahun. Dari kasus tersebut diperkirakan hanya mampu diselesaikan sekitar 10 persen atau sekitar 45 kasus. Selain itu, Pemprov Banten juga diperkirakan kehilangan pemasukan atau mengalami kerugian dari buruh migran tersebut sebesar Rp8 miliar setiap tahunnya karena dana tersebut masuk ke para calo TKI atau masuk ke kantong perusahaan PJTKI, sementara banyak kasus-kasus yang dilaporkan TKI namun tidak ada penyelesaiannya dari perusahaan tersebut.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007