Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Hukum dan HAM menegaskan belum akan mengundangkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait aturan larangan eks-koruptor menjadi calon anggota legislatif (caleg) 2019.

"Tidak bisa (peraturan diundangkan oleh KPU), batal demi hukum," kata Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.

Pada Kamis (21/6), KPU mengirimkan surat kepada Kemenkumham mengenai permintaan KPU agar Peraturan KPU yang mengatur larangan tersebut tidak ditolak Kemenkumham. Lalu Kemenkumham pun membalas bahwa aturan tersebut belum dapat diundangkan.

"Kita kan minta (peraturan direvisi), hak kita juga menyampaikan pendapat kita. Kita tunggu respon mereka, kita kembalikan (permintaan itu), nanti kita lihat respon mereka," tambah Yasonna.

Peraturan ini mengatur mengenai seorang mantan napi koruptor dapat menjadi caleg bila tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih dan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan.

Selain itu, orang tersebut dapat menjadi caleg bila secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

"Itu kan bertentangan dengan Undang-undang (UU) dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), waktu kita buat UU Pemilu lebih banyak yang tidak setuju supaya pasal itu dibuat, tapi kan kita tunduk pada putusan MK, karena itu kan sistem negara, bukan sistem suka-suka. Kalau MK sudah buat begitu, pemerintah bersama DPR tunduk pada putusan MK, jadi itu persoalannya," ungkap Yasonna.

Putusan MK Nomor 42/PUU-XIII/2015 pada 9 Juli 2015 membolehkan eks-koruptor menjadi calon anggota legislatif.

Dalam putusan itu disebutkan "Seseorang yang telah menjalani hukuman dan keluar dari penjara atau lembaga pemasyarakatan pada dasarnya adalah orang yang telah menyesali perbuatannya, telah bertaubat, dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya. Dengan demikian, seseorang mantan narapidana yang sudah bertaubat tersebut tidak tepat jika diberikan hukuman lagi seperti yang ditentukan dalam Pasal 7 huruf g UU No. 8 tahun 2015 Tentang Pemilukada Gubernur, Bupati Dan Wali kota.

Pasal 7 huruf g berbunyi "Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih."

"Pokoknya putusan MK kita patuhi lah, jangan kita buat sesuatu yang bertentangan dengan ini. Kalau tujuan (PKPU) itu sangat baik, kita setuju itu, karena berbahayanya kalau tidak tunduk pada sistem hukum yang ada nanti semua lembaga yang ada akan melakukan hal yang sama, mereka membuat peraturan yang bertentangan dengan UU uji saja, berlakukan dulu, tidak bisa begitu, semua kita tunduk pada tatanan," jelas Yasonna.

Ia pun menunggu niat KPU untuk merevisi PKPU tersebut. "Kita tunggu itikad baik oleh KPU, masih ada waktu kok," tutur Yasonna.

Sebelumnya KPU menegaskan akan tetap membuat aturan tersebut dan memasukkannya dalam Peraturan KPU tentang pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota 2019.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018