Jakarta (ANTARA News) - Dokter spesialis penyakit dalam di RS Medika Permata Hijau Jakarta, Bimanesh Sutardjo dituntut enam tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan karena dinilai terbukti merintangi pemeriksaan Setya Novanto dalam perkara korupsi KTP-Elektronik.

"Menuntut agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi memutuskan menyatakan terdakwa Bimanesh Sutarddjo terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah secara bersama-sama dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka dalam perkara korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama enam tahun ditambah denda sebesar Rp300 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Kresno Anto Wibowo di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pasal 21 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi terdakwa tidak mengakui terus terang perbuatan yang dilakukan," tambah jaksa Kresno.

Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah Bimanesh bersikap sopan selama proses persidangan, telah memberikan keterangan yang membuka peran dan perbuatan pelaku lain yakni Fredrich Yunadi.

"Terdakwa merasa menyesal telah melakukan perbuatannya mengikuti kehendak pelaku lainnya tersebut, terdakwa telah mempunyai banyak jasa dan pengabdian kepada masyarakat dalam profesinya selaku dokter spesialis penyakit dalam subspesialis ginjal dan hipertensi serta masih diperlukan pasiennya sebagaimana dalam dokumen testimoni pasien-pasien gagal ginjal terminal peserta BPJS di unit cuci darah pada RS Haji, RS Medika BSD dan RS Medika Permata Hijau," ungkap Jaksa Kresno.

Bimanesh Sutardjo sebagai dokter spesialis penyakit dalam di RS Medika Permata Hijau dihubungi advokat Fredrich Yunadi untuk meminta bantuan agar Setya Novanto dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dengan diagnosa menderita beberapa penyakit salah satunya hipertensi. Ia menyanggupi untuk memenuhi permintaan Fredrich meski tahu bahwa Setnov memiliki masalah hukum dalam kasus korupsi proyek KTP-E.

Bimanesh menghubungi Plt Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau dokter Alia melalui telepon agar disiapkan ruang VIP untuk rawat inap pasiennya Setya Novantol. Dokter Alia lalu mengatakan kepada dokter Michael Chia Cahaya yang saat itu bertugas sebagai dokter jaga di IGD bahwa akan masuk pasien bernama Setnov dengan diagnosis penyakit hipertensi berat.

Dokter Michael menolak karena untuk mangeluarkan surat pengantar rawat inap dari IGD harus dilakukan pameriksaan dahulu terhadap pasien. Selain itu, Fredrich juga menemui dokter Alia untuk melakukan pengecekan kamar VIP 323 sekaligus meminta kepada dokter Alia agar alasan masuk rawat inap Novanto yang semula adalah penyakit hipertensi diubah dangan diagnosa kecelakaan.

"Sekitar pukuI 18.30 WIB, terdakwa datang ke RS Medika Permata Hijau menemui dokter Michael, menanyakan keberadaan Setya Novanto di ruang IGD yang dijawab bahwa Setya Novanto belum datang dan hanya Fredrich selaku pangacara Setya Novanto yang datang meminta surat pangantar rawat Inap dari IGD dengan keterangan kecelakaan mobil namun ditolak dokter Michael karena dia belum memeriksa Setya Novanto," ucap jaksa.

Bimanesh kemudian membuat surat pengantar rawat inap manggunakan formulir surat pasien baru IGD, padahal dia bukan dokter jaga IGD.

Sekitar pukul 18.45 WIB, Novanto tiba di RS Medika Permata Hijau dan langsung dibawa ke kamar VIP 323 sesuai dengan Surat Pengantar Rawat Inap yang dibuat terdakwa.

Bimanesh juga menyampaikan kepada suster Indri Astuti agar luka di kepala Setnov untuk diperban dan agar pura-pura dipasang infus, yakni sekedar hanya ditempel saja, namun Indri tetap melakukan pemasangan infus menggunakan jarum kecil ukurun 24 yang biasa dipakai untuk anak-anak.

Fredrich lalu memberikan keterangan kepada pers bahwa Setnov mengalami luka parah dengan beberapa bagian tubuh, berdarah-darah serta terdapat benjolan pada dahi sebesar bakpao, padahal Setnov hanya mengalami beberapa luka ringan pada bagian dahi, pelipis kiri dan leher sebelah kiri serta lengan kiri.

Pada 17 November 2017, penyidik KPK hendak melakukan menahan Setnov setelah sebelumnya berkoordinasi dengan tim dokter di RS Medika Permata Hijau yang secara bergantian memeriksa kondisi Setnov lalu Setnov dibawa dari RS ke kantor KPK untuk dimintai keterangan sebagai tersangka dan ditahan di rutan KPK.

"Telah tampak ada `kerja sama` yang dilakukan antara terdakwa dengan Frderich Yunadi yakni dengan kesadarannya sendiri telah ikut serta berperan mewujudkan kehendak Fredrich sehingga ada kesamaan niat atau meeting of mind dalam mewujudkan tujuan bersama yakni melakukan rekayasa agar Setya Novanto yang berstatus sebagai tersangka perkara korupsi KTP-E dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dalam rangka menghindari pemeriksaan penyidikan KPK," ungkap jaksa Takdir Suhan.

Atas tuntutan itu, Bimanesh akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 6 Juli 2018.

Terkait perkara ini, advokat Fredrich Yunadi divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 5 bulan.
Terdakwa kasus merintangi penyidikan kasus proyek pengadaan KTP elektronik, Bimanesh Sutarjo berjalan usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (28/6/2018). Dokter Bimanesh Sutarjo dituntut Jaksa penuntut umum enam tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan penjara.(ANTARA FOTO/ Reno Esnir)

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018