Tokyo (ANTARA News) - Jepang telah memprotes China atas pemberian izin kepada sebuah kapal pengeboran gas beroperasi di perairan yang diperselisihkan di Laut China Selatan, kata pemerintah Jepang, Jumat.

Jepang dan China sepakat untuk mengembangkan bersama ladang-ladang gas di kawasan tersebut pada 2008 tetapi pembicaraan terhenti sejak itu.

"Sangat disesalkan bahwa China meneruskan pengembangan sepihaknya di kawasan laut itu dalam situasi dimana perbatasan maritim antara Jepang dan China belum terselesaikan di Laut China Timur," kata Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshihide Suga, dalam jumpa pers.

Suga mengatakan, Jepang akan terus mendesak China kembali ke meja perundingan.

Hubungan antara kedua negara itu telah membaik beberapa tahun terakhir setelah memburuk pada 2012, ketika Jepang menasionalisasi satu kluster dari pulau kecil di Laut China Timur yang juga China klaim.

Hubungan China dengan Jepang juga diracuni apa yang Beijing amati sebagai kegagalan Tokyo untuk menebus pendudukan bagian-bagian China sebelum dan selama Perang Dunia II.

China juga terlibat dalam perselisihan soal kepemilikan pulau-pulau di perairan Laut China Selatan dengan beberapa negara termasuk Filipina.

Pemerintah Filipina menyatakan siap berperang jika personel militernya mengalami tindak kekerasan di perairan sengketa Laut China Selatan, kata seorang pejabat keamanan utama pada Rabu (30/5).

Pernyataan tersebut menepis kritik bahwa pemerintah akan bersikap lunak terhadap China dan membiarkannya melakukan militerisasi di perairan tersebut.

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, telah mendapat kritik dalam beberapa pekan terakhir karena tidak menghadapi Beijing, menyusul berita bahwa China telah memasang pranata peluru kendali pada pulau-pulau buatan di perairan yang sibuk tersebut, termasuk wilayah-wilayah dalam Zona Ekonomi Eksklusif Manila.

Atas sikap Duterte yang berbanding terbalik dengan pendahulunya, membuat lawan politik marah atas kegagalan pemerintahnya bahkan mengajukan protes diplomatik.

Tetapi Duterte justru menikmati hubungan baik dengan Beijing dan menginginkan investasi dari negara tersebut, bahkan sering mengatakan ia tidak mampu berperang melawan China yang jauh lebih unggul.

Penasihat Keamanan Nasional Filipina, Hermogenes Esperon, mengatakan, Filipina akan selalu berusaha melakukan pembicaraan untuk meredakan ketegangan, tetapi perang tidak dapat dikesampingkan sebagai upaya terakhir jika militernya diprovokasi atau dirugikan.

"Malam itu presiden mengatakan jika pasukannya dirugikan, maka bisa menjadi batas toleransinya" kata Esperon kepada wartawan.

Pernyataan itu menggemakan komentar pada Senin yang dilontarkan Menteri Luar Negeri Filipina, Alan Peter Cayetano, kepada anggota dinas luar negeri, yang sesuai arahan Duterte bahwa dia tidak akan mengizinkan China membangun konstruksi yang tidak sah di Beting Scarborough atau ekstraksi sumber daya di daerah-daerah di mana Filipina memiliki hak kedaulatan.

China mengklaim sebagian besar perairan Laut China Selatan, lokasi kapal-kapal barang bernilai sekitar tiga triliun dolar AS melewatinya setiap tahun. China telah membuat kemajuan besar dalam membentengi pulau buatan dalam beberapa tahun terakhir, yang dikatakannya memiliki hak untuk membela.

Pewarta: ANTARA
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018