Jakarta (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian menyampaikan apresiasi tinggi terhadap beberapa kepolisian daerah (Polda) yang aktif menggaungkan anti berita bohong atau "hoax" melalui media sosial.

Salah satu polda yang mendapatkan pujian dari Kapolri yakni Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) yang dinilai cukup intens mengajak masyarakat dan seluruh elemen menjauhi hoax, sedangkan empat polda lainnya yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat.
     
"Kegiatan ini harus terus dioptimalkan demi terciptanya keamanan dan ketertiban di tengah-tengah masyarakat," kata Tito dalam satu kesempatan di Jakarta.
     
Kapolri memerintahkan seluruh polda dan jajaran menggelorakan semangat menolak berita atau informasi tanpa fakta yang dipublikasikan melalui media sosial.
     
Polisi jenderal bintang empat itu mengungkapkan penyebaran hoax menyasar sejumlah ulama dan pejabat pemerintah yang dilakukan secara sistematis dan masif diduga bermotifkan memanfaatkan situasi untuk mengadu domba.
     
Terkait penyerangan hoax terhadap tokoh agama, Tito menginstruksikan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menginvestigasi dan menyelidiki pelaku yang pertama kali menyebarkan, serta pola penyebarannya.
     
Salah satu kelompok penyebar hoax yang terungkap adalah "The Family MCA" yang terindikasi menyampaikan isu provokatif seperti penculikan ulama, fitnah terhadap presiden dan pejabat negara melalui media sosial.
     
Penyidik kepolisian menduga kelompok The Family MCA merupakan mantan jaringan "Saracen" yang sebelumnya telah terungkap.

 

Langkah Antisipasi
     

Tito menyadari perkembangan kejahatan menyampaikan informasi bohong melalui media sosial sebagai salah satu ancaman terbesar yang berpotensi mengganggu keamanan.
     
Pimpinan Polri itu membentuk Direktorat Tindak Pidana Siber Barskrim Polri, serta menyusun tim khusus (Timsus) untuk memerangi hoax menjelang pergelaran pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2018.
     
Polri juga menggandeng organisasi masyarakat (Ormas) hingga ke pelosok guna mengantisipasi penyebaran hoax yang dinilai akan mengganggu kehidupan berbangsa, bernegara dan agama.
     
Bahkan berbagai elemen masyarakat pun menghadirkan acara "Rembuk Nasional Forum Sahabat Polisi Bersama Ormas dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)" di Jakarta.
     
Agenda tersebut mendeklarasikan gerakan anti radikalisme, hoax dan menolak penyebaran berita yang tidak terklarifikasi secara fakta.
     
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Idham Azis menekankan perlawanan dan mendeklarasikan antihoax dengan menginstruksikan seluruh jajarannya menangkap pelaku yang berniat memecah belah bangsa melalui penyebaran informasi bohong.
     
Idham menuturkan seluruh kapolres di wilayah hukum Polda Metro Jaya dibekali modul dan klausul yang seragam, serta mendeklarasikan gerakan antihoax dengan melibatkan kelompok masyarakat, pergurungan tinggi, serta pihak berkepentingan lainnya.
     
"Karena hoaks ini sangat berbahaya dan bisa jadi virus pemecah belah belah bangsa," tegas jenderal polisi bintang dua itu.
     
Pihak Polri juga menggaet pegiat dan kelompok media sosial guna mengedukasi "netizen" agar bijak, teliti dan cerdas menyeleksi informasi pada dunia maya.
     
Pegiat media sosial Enda Nasution juga memiliki kekhawatiran terhadap pengaruh negatif yang ditimbulkan akibat perkembangan dunia maya melalui kemunculan hoax.
     
Enda bersama kelompok media sosial dan Polri sepakat membentuk "Masyarakat Antihoax" yang berperan melahirkan forum untuk mengklarifikasi berita "bodong".
     
Salah satu forum media sosial yang berperan meluruskan hoax pada seluruh tema yakni akun grup "Facebook" Forum Anti Fitnah Hasut & Hoax (FAFHH).
     
Elemen lintas aparat juga membentuk forum bernama Komunitas Sahabat TNI Polri (Kombatpol) dan Komunitas Cinta Polri (Komascipol) yang mengadakan Deklarasi Bela Negara dan Antiberita Hoax.
     
Sebagian kalangan menilai aksi bela negara meningkatkan pemahaman "cinta" Tanah Air dan mengantisipasi pemikiran terhadap penyebaran isu negatif melalui media sosial.
 

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018