Bandung (ANTARA News) - Mahasiswa Program Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB), berhasil menciptakan sebuah alat untuk membantu para petani mengatur iklim sesuai kebutuhan tanaman yang digunakan di dalam ruangan.

Direktot Humas dan Publikasi ITB, dalam siaran persnya, Senin, menyatakan alat yang diberi nama "Autogrow" ini, memungkinkan tanaman tumbuh subur dengan pengaturan suhu, kelembapan, iklim cuaca, dan cahaya secara otomatis meskipun berada dalam ruangan.

Tim pembuat "Autogrow" terdiri atas Pranara P Christian Sitepu (EL 13), Noor Azizah (EL 13), dan Giovanni Guliano (EL 13).

Tim ini dibimbing oleh Ary Setijadi P dan Reza Darmakusuma dari Program Studi Teknik Elektro dan Iriawati dari Program Studi Biologi dan pencetus produk autogrow sendiri adalah Ary Setijadi beserta dengan mahasiswa.

Menurut Pranata P Christian Sitepu, ide produk ini tercetuskan karena pesatnya pertumbuhan populasi manusia yang tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah pangan. Sehingga bisa menyebabkan kelangkaan pangan di kemudian hari.

"Hal yang paling kami soroti tingginya harga cabai dan sayur di Indonesia pada tahun 2017 akibat kegagalan panen petani. Gagalnya panen petani ini disebabkan karena petani sangat bergantung pada iklim, dan petani tidak bisa memprediksikan iklim tersebut," kata Pranata.

Karena latar belakang tersebut, lanjut Pranata, produk Autogrow ini tercetus dan mulai digarap untuk segera disebarluaskan dan digunakan oleh masyarakat khususnya petani sebagai sasaran utama.?

Menurut dia, alat ini mampu membuat kondisi iklim yang stabil dan ideal sesuai kebutuhan tanaman dan sasaran pengguna produk ini adalah penduduk perkotaan yang tidak mempunyai lahan untuk bercocok tanam sehingga alat ini dibuat untuk dapat digunakan dalam ruangan.

"Ide ini muncul dari MIT Agriculture Department yang sedang melakukan riset tentang pengaturan iklim dalam ruangan untuk tanaman," katanya.

Ia menuturkan, Autogrow dilengkapi dengan aplikasi android untuk memudahkan pengguna dalam mengatur parameter iklim dan memonitor kondisi.

Terdapat data base yang digunakan untuk menyimpan data pembacaan kondisi iklim selama satu bulan terakhir yang dapat digunakan untuk melihat kondisi iklim pada hari-hari sebelumnya.

Perangkat keras Autogrow terdiri atas sensor suhu, kelembaban, dan karbondioksida untuk membaca kondisi udara, sensor intensitas cahaya, serta sensor pH, konduktivitas listrik, dan suhu untuk cairan larutan nutrisi.

Selain itu, terdapat kamera yang terpasang untuk mengambil foto pertumbuhan tanaman setiap harinya dan melakukan pengolahan citra tanaman untuk mengecek kondisi pertumbuhan tanaman sudah optimal atau belum dan sudah siap panen atau belum.

"Sehingga ketika belum optimal, maka parameter yang dimasukkan pengguna akan diperbarui otomatis agar dapat memperoleh hasil panen yang optimal," katanya.

Adapun cara penggunaan produk ini cukup mudah yakni pengguna membeli produk kemudian menyambungkan ke sumber listrik, menyambungkan alat dengan internet, memasukkan bibit tanaman yang telah disemai ke dalam alat beserta larutan nutrisinya, lalu memasukkan parameter kondisi iklim melalui aplikasi android, dan kemudian menunggu hingga waktu panen tiba.

Dikarenakan masih merupakan purwarupa pertama, biaya yang dikeluarkan masih belum optimal. Biaya pembuatan berkisar di Rp5-6 juta.

Lama pembuatan alat dalam riset kurang lebih satu setengah tahun, yaitu enam bulan perencanaan, lima bulan pembuatan alat, dan enam bulan percobaan dan evaluasi sistem.

"Harapannya, dengan adanya alat tersebut bisa berfungsi lebih optimal dan dapat mengimitasi iklim-iklim di belahan dunia lain sehingga masyarakat dapat menanam berbagai macam sayuran dan dapat digunakan oleh masyarakat luas," kata Pranata.

Autogrow ini menjadi salah satu produk yang dipamerkan dalam acara Electrical Engineering Days atau EEDays diselenggerakan mahasiswa Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung pada 22-24 Mei 2018.

Baca juga: Mahasiswa ITB buat sistem deteksi kecurangan ujian

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018