Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah netizen mengeluhkan penerapan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru berbasis zonasi yang dinilai kurang tepat, Senin.

Keluhan netizen tersebut disampaikan melalui akun media sosial Instagram milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yakni @kemdikbud.ri.

Akun @azizahsyfn mengeluhkan dirinya tidak bisa masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) impian karena berada di zona yang berbeda dari tempat tinggalnya.

Ia mengaku khawatir tidak diterima di sekolah tersebut, sedangkan jika masuk sekolah yang di dekat rumahnya, ia khawatir susah masuk ke perguruan tinggi negeri.

Akun lainnya @pretendtobestrong mengaku merasa dirugikan dengan sistem zonasi karena nilainnya lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak lain, namun karena ia berada di zona dua, ia malah mendapatkan urutan bawah.

"Pak saya anak zona dua yang mau daftar SMA dan saya malah dapat urutan ke-78 padahal nilai saya lebih tinggi dari yang peringkat satu, cuma karena yang urutan satu itu anak guru dan masuk zona satu, maka dia bisa enak berada di atas sedangkan saya yang berjuang untuk UNBK dan punya nilai yang lumayan tinggi malah berada di peringkat bawah hanya karena saya zona dua," jelas dia.

Ia enggan masuk SMA yang ada di kecamatannya karena sekolah tersebut identik dengan sekolah anak-anak nakal. Ia pun merasa dirugikan dengan sistem zonasi.
 


Kemendikbud membuka posko pengaduan PPDB untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat setiap hari pada jam kerja (jam layanan telepon dan Whatsapp mulai pukul 07.30-16.00 WIB).

Posko pengaduan tersebut melalui situs http//: posko-pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id, kemudian surat elektronik melalui pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id, melalui saluran telepon (021) 5736943 dan pesan Whatsapp pada nomor 08119958020.

Baca juga: Ombudsman Jabar gandeng tim Saber Pungli tumpas jual beli kursi PPDB

Baca juga: Pendaftar PPDB SMA/SMK Jatim capai 228.913 orang

Baca juga: Panitia PPBD Banten perpajang waktu pendaftaran

Baca juga: Kemdikbud: masuk SD tak boleh tes baca tulis hitung

Pewarta: Indriani
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018