Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan satu lagi tersangka baru terkait tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Satu tersangka itu adalah Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya (SR) JECO Group Hong Arta John Alfred (HA).

"HA selaku Direktur dan Komisaris PT SR diduga secara bersama-sama memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya terkait pelaksanaan pekerjaan dalam program pembangunan infrastruktur pada Kementerian PUPR?," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Atas perbuatannya tersebut, Hong Arta John Alfred disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Hong Arta John Alfred merupakan tersangka ke-12 dalam kasus tersebut.

"Sebelumnya, KPK telah menetapkan 11 orang lainnya sebagai tersangka terkait proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016. Sebelumnya, telah diproses lima orang anggota DPR RI, satu Kepala Badan, satu Bupati, dan empat swasta," kata Basaria.

Ke-11 tersangka itu antara lain Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir (AKH), Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary (AHM), komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng (SKS), Julia Prasetyarini (JUL) dari unsur swasta, Dessy A Edwin (DES) sebagai ibu rumah tangga serta lima anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti (DWP), Budi Supriyanto (BSU), Andi Taufan Tiro (ATT), Musa Zainudin (MZ), Yudi Widiana Adia (YWA), dan Bupati Halmahera Timur 2016-2021 Rudi Erawan (RE).

"10 dari 11 tersangka tersebut telah divonis Pengadilan Tipikor Jakarta. Sedangkan, Bupati Halmahera Timur saat ini masih menjalani proses persidangan," ucap Basaria.

Lebih lanjut, Basaria menyatakan penyidik mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat, dan barang elektronik bahwa tersangka Hong Arta John Alfred dan kawan-kawan diduga memberikan uang kepada sejumlah pihak.

"Di antaranya AHM selaku Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara sebesar Rp8 miliar pada Juli 2015 dan Rp2,6 miliar pada Agustus 2015. DWP selaku anggota DPR RI periode 20142019 sebesar Rp1 miliar pada November 2015," ungkap Basaria.

Diduga, kata Basaria, pemberian-pemberian tersebut terkait pekerjaan proyek infrastruktur pada Kementerian PUPR.

Sejak dilakukan penyidikan untuk kasus itu, lanjut Basaria, telah dilakukan pemeriksaan terhadap lima orang saksi termasuk tiga terpidana di Lapas Sukamiskin Bandung pada Kamis (28/6), yaitu Amran Hi Mustary, Budi Supriyanto, dan Sok Kok Seng.

Baca juga: KPK tahan pejabat Kementerian PUPR

Perkara tersebut bermula dari tertangkap tangannya anggota Komisi V DPR RI periode 2014 2019 Damayanti Wisnu Putranti bersama tiga orang lainnya di Jakarta pada 13 Januari 2016 dengan barang bukti total sekitar 99 ribu dolar AS.

Uang tersebut merupakan bagian dari komitmen total suap untuk mengamankan proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016.

Basaria menegaskan bahwa korupsi di proyek-proyek infrastruktur seperti ini tidak saja merugikan keuangan negara tetapi sangat merugikan bagi masyarakat karena dengan terjadinya korupsi maka hak masyarakat untuk mendapatkan fasilitas infrastruktur yang baik jadi tercederai.

"KPK mengingatkan pada seluruh pihak, khususnya penyelenggara negara dan pelaksana proyek infrastruktur agar melakukan pekerjaan secara bersih dan tidak korupsi. Jika ada permintaan?uang dari pihak-pihak tertentu, silakan dilaporkan pada KPK di bagian pengaduan masyarakat," kata dia.

Baca juga: Komisaris perusahaan rekanan PUPR ditahan

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018