Jakarta (ANTARA News) - Melebarnya defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia hingga pertengahan kuartal II 2018 tidak menunjukkan ekonomi Indonesia sedang "overheating" atau bertumbuh melebihi kapasitasnya, kata Bank Indonesia.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, saat bertemu dengan pimpinan media massa di Jakarta, Selasa, mengatakan meningkatnya impor Mei 2018 juga karena kebutuhan pembangunan untuk ekonomi jangka panjang.

Mirza mengakui defisit neraca perdagangan Mei 2018 sebesar 1,52 miliar dolar AS dapat menambah defisit transaksi berjalan yang diperkirakan di atas 2,5 persen, tapi tidak melebihi tiga persen dari Produk Domestik Bruto, pada kuartal kedua tahun ini.

Adapun sepanjang Januari hingga Mei 2018, defisit neraca perdagangan sebesar 2,38 miliar dolar AS.

Dalam impor Januari-Mei 2018 itu, kata Mirza, terdapat impor untuk kebutuhan ekonomi jangka panjang yang antara lain adalah impor untuk pembangunan infrastruktur empat miliar dolar AS, impor pertahanan 1,1 miliar dolar AS dan beras 400 juta dolar AS.

"Jadi sebenarnya neraca perdagangan Januari-Mei-lah yang defisit, kalau dikeluarkan impor infrastruktur di mana untuk pembangunan jangka panjang, neraca perdagangan indonesia itu surplus," ujar Mirza.

Mirza mengatakan dengan asumsi itulah, meskipun defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan meningkat, ekonomi Indonesia belum "overheating".

Selain itu, jika melihat indikator lain, seperti pertumbuhan kredit perbankan yang hanya naik 10,2 persen (yoy) per Mei 2018 dan 2,9-3 persen (ytd), ekonomi Indonesia masih dalam proses pemulihan, bukan proses yang menunjukkan agresivitas pertumbuhan.

"Kondisi ini berbeda dengan semester I 2013, saat itu impor tinggi, pertumbuhan kredit tinggi di atas 20 persen, harga properti juga tinggi. Jadi situasi semester I 2013 mungkin ekonomi yang sedang `overheat`. Tapi sekarang tidak," kata Mirza.

Bank Sentral memproyeksikan ekonomi Indonesia tahun ini akan tumbuh di 5,2 persen (yoy). Dengan melebarnya defisit neraca perdagangan, Mirza memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan kuartal II di atas 2,5 persen PDB, tapi tidak melebihi tiga persen PDB.

Defisit transaksi berjalan pada kuartal pertama tahun ini sebesar 2,15 persen PDB.

Baca juga: 2017 tahun terbaik pengelolaan APBN

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018