Denpasar (ANTARA News) - Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta meminta Manajemen Operasional Pura Besakih terus berkoordinasi dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, untuk mengetahui perkembangan dan kondisi terkini Gunung Agung, Kabupaten Karangasem, sebagai dasar untuk penentuan status operasional rumah ibadah umat Hindu di Bali tersebut.

"Pemerintah belum berani untuk menyatakan kawasan Besakih ditutup atau tidak karena situasi dan kondisi belum pasti. Sedangkan Pura Besakih merupakan tempat yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Hindu di Bali," kata Sudikerta yang juga Ketua Badan Pengelola Kawasan Besakih itu saat menerima audiensi Manajemen Operasional Pura Besakih itu, di Denpasar, Rabu.

Kegiatan di Pura Besakih yang berada di kaki Gunung Agung itu, saat ini masih terus berlangsung seperti biasa, begitu juga wisatawan masih terus berkunjung ke Pura Besakih.

"Manajemen Operasional Pura Besakih harus terus berkoordinasi dengan PVMBG agar segala info terbaru bisa diketahui," ucapnya.

Sudikerta sangat berharap agar kondisi Gunung Agung segera stabil, dan tetap aman terkendali. Hal itu karena dampak dari aktivitas Gunung Agung tidak hanya berdampak fisik di daerah sekitar, tetapi juga akan berdampak pada kehidupan sosial ekonomi seluruh masyarakat Bali khususnya pariwisata.

Plt Manager Manajemen Operasional Pura Besakih I Wayan Ngawit mengatakan bahwa sampai saat ini Pura Besakih tetap beroperasi normal.

Hembusan asap dan abu sama sekali tidak berdampak pada aktivitas di Pura Besakih dan sekitarnya karena hembusan mengarah ke barat.

"Masyarakat yang tangkil karena rangkaian upacara keagamaan tetap bisa bersembahyang dan melakukan prosesi hanya saja kunjungan wisatawan terjadi penurunan sampai 50 persen," ujarnya.

Baca juga: Dinkes Jembrana nyatakan abu Gunung Agung belum ganggu kesehatan

Baca juga: Sejumlah wilayah di Bali terpapar hujan abu

Baca juga: PVMBG: status Gunung Agung masih siaga

Baca juga: Relawan bantu siapkan makanan pengungsi Gunung Agung


Penduduk di kawasan Besakih masih tetap berada di desanya masing-masing dan tidak mengungsi, hanya dua desa yang mengungsi yaitu Desa Temukus yang jaraknya 3,5 kilometer dan Desa Kesimpar yang berjarak 4 kilometer dari puncak Gunung Agung.

"Alasan mereka mengungsi juga akibat akses menuju ke desa tersebut harus melewati sebuah sungai tempat mengalirnya lahar dari puncak Gunung Agung," ucap Ngawit.

Menurut Ngawit, warga takut kalau terjadi hujan dan air sungai meluap, desa mereka akan terisolasi dan akan sangat sulit untuk mendapatkan bantuan, makanya mereka memilih mengungsi sementara ke tempat yang aman.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018