Jakarta (ANTARA News) - KPK tetap mengusulkan delik korupsi yang merupakan tindak pidana khusus tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Tadi kita sampaikan bahwa kita berpikir delik korupsi, delik narkoba, teroris dan HAM mungkin akan lebih bagus di luar KUHP. Jadi kalau sebenarnya itu dikeluarkan dari Rancangan KUHP ini bisa cepat segera ini kodifikasinya," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu.

Syarif menyampaikan hal itu setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo didampingi Ketua KPK, Agus Rahardjo, dan tiga wakil ketua KPK, yaitu Alexander Marwata, Saut Situmorang, dan Basaria Panjaitan. Selain pimpinan, hadir pula Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK, Rasamala Aritonang.

Sedangkan dari pihak pemerintah yang mendampingi Presiden Joko Widodo adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, dan Sekretaris Kabinet, Pramono Anung.

Hasil pertemuan itu adalah Presiden Joko Widodo memerintahkan penundaan tenggat waktu pengesahan RKUHP dari awalnya 17 Agustus 2018 menjadi tanpa batasan waktu.

"Oleh karena itu tim pemerintah akan mempelajarinya lagi lebih intens," tambah Laode.

Syarif pun menjamin tim KPK akan ikut dalam pembahasan RKUHP setelah sebelumnya kerap tidak menghadiri rapat-rapat pembahasan.

"Dari awal juga (kami ikut), tapi dalam duduk itu pun kami memberikan masukan. Itu salah satu tugas KPK," kata dia.

Pewarta: Desca Natalia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018