Jakarta (ANTARA News) - Pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan hak kompensasi korban terorisme semakin diakui berdasarkan putusan majelis hakim pengadilan.

"Sebagai lembaga yang diperintahkan undang-undang untuk memfasilitasi tuntutan kompensasi bagi korban terorisme, LPSK tentu sangat mengapresiasi putusan majelis hakim," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Semendawai mengungkapkan putusan hakim mengabulkan tuntutan hak ganti rugi korban kejahatan teroris di tempat ibadah Samarinda Kalimantan Timur dan penyerangan di Polda Sumatera Utara.

Terkini, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga mengabulkan tuntutan kompensasi yang diajukan 16 korban serangan terorisme terdiri dari 13 korban bom di Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat (2016) dan tiga orang korban pada kejadian di Terminal Kampung Melayu Jakarta Timur (2017).

Dalam amar putusannya, majelis hakim mengabulkan kompensasi sebesar Rp1.017.107.363 dari total tuntutan kompensasi yang diajukan sebesar Rp1.341.663.213.

Setelah keluar putusan kompensasi bagi korban terorisme Jakarta dan Sumut, LPSK berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan perihal anggaran yang akan digunakan untuk pembayaran.

Rencana untuk penyerahannya nanti, LPSK berinisiatif agar penyerahan kompensasi dapat diserahkan langsung Presiden Joko Widodo.

Semendawai menuturkan kehadiran Presiden Jokowi menyerahkan langsung kompensasi bagi korban terorisme menjadi salah satu bentuk perwakilan negara yang bertanggung jawab akan kejadian yang menimpa warganya.

"Karena esensi dari kompensasi atau ganti kerugian dari negara, bukan dilihat dari berapa besar nominal rupiah yang diserahkan karena hal itu tidak akan mampu mengobati atau mengembalikan jiwa korban yang tewas akibat serangan terorisme tetapi paling tidak menjadi salah satu bentuk tanggung jawab negara terhadap masyarakat yang menjadi korban," tutur Semendawai.

Semendawai menyebutkan korban terorisme masa lalu atau yang persidangan maupun proses hukumnya telah usai juga tetap berpeluang mengajukan kompensasi.

Karena dalam revisi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dibuka peluang bagi korban terorisme yang terjadi pada masa lalu untuk mendapatkan kompensasi.

Korban terorisme masa lalu yang persidangannya usai dan belum mendapatkan kompensasi juga berhak mendapatkan ganti rugi dengan cara mengajukan permohonan kepada LPSK.

Permohonan mendapatkan bantuan, termasuk di dalamnya kompensasi, harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain penetapan sebagai korban yang dikeluarkan BNPT.

Permohonan dimaksud diajukan paling lama tiga tahun terhitung sejak revisi UU tentang Pemberantasan Terorisme mulai berlaku, sedangkan untuk besaran kompensasi dihitung dan ditetapkan LPSK setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan.

Selain kompensasi, Semendawai menambahkan LPSK juga tetap memberikan layanan perlindungan dan bantuan bagi korban terorisme baik perlindungan fisik maupun perlindungan hukum, bantuan medis, bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis.

Sejumlah korban terorisme masa lalu yang belum mendapatkan bantuan seperti medis dan psikologis, saat ini tengah dilakukan antara lain korban kasus bom Kedubes Australia dan JW Marriot.

LPSK mencatat telah memberikan layanan bantuan kepada 94 korban terorisme sejak Januari-Juni 2018.

Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018