Jakarta (ANTARA News) - Memerankan karakter polisi lalu lintas (polantas) dalam film 22 Menit, Ade Firman Hakim dan Rabzki jadi memiliki pandangan berbeda pada profesi yang identik dengan kata "tilang" itu. 

Hana Malasan yang terlibat dalam syuting, walau tak memerankan sosok polantas juga merasakan hal senada. Dia bahkan punya cerita tersendiri menyangkut polantas. 

Berikut petikan obrolan bersama ketiganya saat mereka berkunjung ke kantor ANTARA pada Kamis (5/7): 

Karakter seperti apa yang kalian perankan di 22 Menit? 

Ade: peran saya sebagai Briptu Firman, polisi lalu lintas yang bertugas di Thamrin saat kejadian bom. Dia punya konflik dengan tunangannya. Dia harus ditugaskan di luar Jakarta, tetapi tunangannya mendapat posisi yang bagus di kantor. Jadi dilema. Sebenernya ceweknya yang dilema. 

Hana: saya berperan sebagai Mitha, gadis kantoran pada umumnya yang sedang berada di luar kantor, untuk mempersiapkan meeting dengan klien di salah satu coffee shop yang dekat dengan lokasi kejadian. 

Rabzki: saya berperan sebagai Bripka Rahmat, atasan Firman. Kami rekan kerja di pos Thamrin. Bripka Rahmat itu polisi yang kena tembak di tempat kejadian. 

Apa pendapat kalian soal sosok polantas?

Ade: observasinya hanya dua kali ke Thamrin. Pas ngerasain di sana. Wah gokil. Saya yang biasa kalau ditilang sudah defensif duluan, sekarang kayak "wah kayak gini kerjaannya ya", lebih menghargai. 

Saya belajar bagaimana menjadi polisi lalu lintas, enggak main langsung tilang. Kalau kita pikir wah polisi ngumpetnya di pinggir jalan, salah gue apa. Tetapi memang itu kita salah dan harus ditindak. 

Ada kisah khusus menyangkut polantas? 

Ade: Saya pernah protes terus sama polantas. Misalnya kayak lampu merah yang di sini kayaknya hanya 5 detik tetapi di sana lama terus lampu hijaunya sebentar. Saya langsung telepon temen, karena ada beberapa yang di kepolisian. Dia enggak menjelaskan lebih lanjut. 

Hana: Dikejar. Bukan saya yang nyetir, waktu itu temen nyetir. Saya di belakang. Disuruh stop dia malah lanjut. Sudah pada tenang ternyata polantasnya mengejar. Itu kayak di film, ngejer berhenti di depan mobil. Syok. Memang lebih baik enggak usah kabur. Apalagi kalau salah. 
 
Sutradara film 22 Menit Myrna Paramita (tengah) bersama para pemeran dalam film tersebut, Ario Bayu (kiri), Hana Malasan (kedua kiri), Ade Firman Hakim (kanan), dan Rabzki Muzy (kedua kanan), berpose saat melakukan kunjungan ke Kantor Berita Antara, di Museum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara, Jakarta, Kamis (5/7/2018). Kunjungan tersebut dalam rangka mempromosikan film 22 Menit yang terinspirasi dari kejadian bom Thamrin. (ANTARA /Ismar Patrizki)


Sempat berdebar harus syuting di lokasi kejadian bom Thamrin? 

Rabzki: Mau tapi deg-degan. Sempat berdiskusi sama Ade, karena ini syutingnya di tempat kejadian, bismillah sebelum syuting. Sering nanya sama Ade, dia deg-degan juga. Bismillah kita berkarya yang terbaik saja untuk film Indonesia. 

Hana, waktu kejadian bom Thamrin sedang di mana? 

Waktu kejadian lagi di mal, daerah Kemang. Enggak terlalu dekat dengan lokasi, tetapi waktu itu daerahnya kena siaga 1. Akhirnya stay dulu di situ, ikutin berita habis itu disuruh pulang. 

Sempat tertekan, kan saat syuting di jalanan Thamrin bikin macet? 

Hana: hari pertama iya. Enggak mau ngaku (lagi syuting film apa). Tetapi pas selesai syuting 22 Menit, "oh yang bikin macet waktu itu ya". 

Diserang warganet gara-gara ini? 

Ade: di Youtube channel official acoutnya (diserang warganet). Tetapi enggak apa-apa. Biar nanti penasaran terus nonton. 

Apa kendala selama syuting? 

Rabzki:  Teknis. Ada tiga kamera dan waktu itu hanya diberi waktu sedikit di weeeknd Sabtu dari jam 6-11 dan Minggu jam 11-16. Mengejar scene-scene dalam waktu singkat. 

Hana: bisa maksimal dalam satu take. 

Baca juga: Ario Bayu soal peran sebagai polisi di film 22 Menit

Baca juga: Pejabat kepolisian tampil di film "22 Menit"

Baca juga: "22 Menit", film tentang bom Thamrin

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018