Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melelang satu lembar kain kiswah atau penutup Ka`bah terkait kasus tindak pidana korupsi yang menjerat mantan Menteri Agama Suryadharma Ali.

"Salah satu barang rampasan yang akan dilelang Rabu 25 Juli 2018 adalah satu lembar kain kiswah atau penutup Ka`bah berwarna hitam berukuran 80 cm X 59 cm," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Febri pun menegaskan bahwa proses Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Suryadharma Ali saat ini juga tidak bisa menghentikan proses lelang yang akan dilakukan tersebut.

"Terkait pertanyaan apakah proses peninjauan kembali ini bisa menghentingkan proses lelang yang dilakukan, saya kira itu tegas ya di Undang-Undang MA sangat jelas diatur pelaksanaan PK tidak menghentikan eksekusi atau pelaksaan sebuah putusan. Jadi kami hanya melaksanakan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap," tuturnya.

Terkait PK yang diajukan Suryadharma itu, kata dia, KPK masih sangat yakin Suryadharma terbukti melakukan korupsi.

"Silakan saja itu kan hak dari terpidana untuk mengajukan Peninjauan Kembali, nanti hakim yang akan mempertimbangkan hal tersebut. Kami masih sangat yakin kalau kasus itu terbukti dan diuji secara berlapis sampai berkekuatan hukum tetap. Bahkan eksekusi juga sudah kami lakukan terhadap terpidana untuk penjara sesuai keputusan pengadilan," ujarnya.

Untuk diketahui, Suryadharma saat ini dalam proses sidang PK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Suryadharman pun menghadirkan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menjadi saksi dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) perkara korupsi DOM dan pelaksanaan ibadah haji periode 2010-2013 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

JK menjadi saksi dalam kapasitasnya sebagai Wakil Presiden 2004-2009.

JK menjelaskan mengenai aturan penggunaan Dana Operasional Menteri (DOM) saat Suryadharma Ali menjabat sebagai Menteri Agama pada 2009-2014.

"Saya melihat DOM ini untuk menteri dan pejabat sederajat mendapatkan gaji Rp19 juta, karena itu dalam menjalankan tugasnya pemerintah memberikan dana operasional sebanyak Rp120 juta yang sejak 2006 diatur di Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) yang kemudian diperbaiki dalam PMK nomor 268 yang memberikan keleluasaan untuk menggunakan dana operasional menteri," kata Jusuf Kalla di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

Dalam perkara ini, Suryadharma terbukti melakukan sejumlah tindak pidana korupsi yaitu pertama menunjuk Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) selama 2010-2013 sekaligus pendamping Amirul Hajj (pemimpin rombongan haji) yang tidak kompeten yaitu istrinya Wardatul Asriya, anak, menantu, ajudan, pegawai pribadi, sopir, sopir istri hingga pendukung istrinya.

Selanjutnya Suryadharma juga menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) hingga Rp1,821 miliar untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan asas dan tujuan penggunaan DOM seperti untuk pengobatan anak, pengurusan visa, tiket pesawat, pelayanan bandara, transportasi dan akomodasi Suryadharma, keluarga dan ajudan ke Australia dan Singapura hingga membayar pajak pribadi tahun 2011, langganan TV kabel, internet, perpanjangan STNK Mercedes Benz serta pengurusan paspor cucu.

Suryadharma Ali juga menunjuk sejumlah majmuah (konsorsium) penyedian perumahan di Jeddah dan Madinah sesuai dengan keinginannya sendiri menggunakan plafon dengan harga tertinggi sehingga menyebabkan kerugian negara hingga 15,498 juta riyal karena penggunaan harga plafon sebagai harga kontrak dan tidak ada negosiasi maka terjadi kemahalan pengadaan perumahan yaitu kemahalan perumahan di Madinah 14,094 juta riyal dan hotel transito Jeddah sejumlah 1,404 juta riyal.

Terakhir Suryadharma dianggap menyalahgunakan sisa kuota haji periode 2010-2012 sehingga memberangkatkan 1.771 orang jemaah haji dan memperkaya jemaah tersebut karena tetap berangkat haji meskipun kurang bayar hingga Rp12,328 miliar yang terdiri atas 161 orang jemaah haji pada 2010 senilai Rp732,575 juta; 639 jemaah haji pada 2011 sejumlah Rp4,173 miliar; dan 971 jemaah hai sejumlah Rp7,422 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018