Mataram (ANTARA News) - Pemuda belia asal sebuah desa di Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat itu sejatinya telah mengharumkan nama bangsa di tingkat internasional pada cabang olah raga atletik.

Lalu Muhammad Zohri, pelari asal Dusun Karang Pansor, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara itu berhasil menorehkan prestasi gemilang di ajang nomor bergengsi lari 100 meter putera pada kejuaraan Kejuaraan Dunia U-20 International Associations of Athletic Federation (IAAF) di Tampere, Finlandia.

Pria kelahiran tahun 2000 itu menjadi pelari 100 meter tercepat dengan catatan waktu 10,18 detik, mengalahkan dua pelari Amerika Serikat (AS) yang mencatut waktu 10,22 detik.

Hidup dalam kondisi serba kekurangan dan fasilitas latihan yang jauh dari sebutan memadai agaknya tak menjadi penghalang bagi pemuda yatim piatu itu untuk mengukir prestasi membanggakan.

Selama ini Zohri, siswa SMP Negeri 1 Pemenang, itu hidup dalam kondisi serba kekurangan bersama kakaknya di sebuah gubug berdinding gedeg yang sebagian bolong termakan usia.

Awalnya Zohri tak pernah bermimpi menjadi pelari tercepat dunia yang kini telah mengharumkan bangsa di level internasional dan mencatat berbagai prestasi gemilang di berbagai kejuraan atletik, khususnya pada nomor lari baik di tingkat nasional maupun internasional.

Ketika duduk di bangku kelas 7 SMP 1 Pemenang, Zohri dikenal sebagai siswa penggila sepak bola. Bahkan oleh guru dan teman-teman sebayanya ia dinilai sebagi sosok pemain sepak bola cukup handal.

Rosida, guru olah raga SMP1 Pemenang menuturkan, Zohri merupakan siswa yang sangat menggemari mata pelajaran olah raga, khususnya sepak bola, sehingga ketika diminta untuk bermain bola dia sangat gembira dan bersemangat.

Menurut guru jebolan Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP Mataram ini, awalnya Zohri tak pernah tertarik untuk menekuni cabang olah raga atletik, khususnya lari.

Sebagai guru olah raga, Rosida melihat potensi besar yang dimiliki Zohri, khususnya di cabang olah raga atletik, terutama dilihat dilihat dari teknik lari yang baik dan postur tubuhnya yang atletis.

Guru olah raga asal Kabupaten Sumbawa ini mencoba membimbing dan mengarahkan Zohri agar bersedia terus berlatih agar menjadi pelari berprestasi.

Namun, kata Rosida, upaya membimbing Zohri menjadi pelari agarnya tak mudah, karena ia tak pernah tertarik untuk menjadi pelari yang kini mengharumkan namanya.

Berbagai upaya dilakukan agar Zohri lebih tekun berlatih, mengasah bakatnya untuk lari, namun tidak berhasil, padahal sejak masih duduk di bangku SD dia sudah menunjukkan prestasi di berbagai lomba lari.

Rosida mengaku hampir putus asa untuk berupaya membimbing Zohri agar bersedia menekuni cabang olah raga atletik, khususnya lari, namun Zohri tak pernah tertarik, karena satu-satunya olah raga hanya paling disenangi adalah bermain bola.

Zohri kerap mengikuti pertandingan sepak bola di sekolah hingga di kejuaraan tingkat kecamatan. Bahkan ia merupakan salah satu pemain andalan di sekolah maupun kecamatan.

Guru olah raga bertangan dingin ini menuturkan ia terus berupaya merayu Zohri agar bersedia lebih giat berlatih lari. Bahkan mulai duduk di kelas 7 hingga kelas 8 SMP belum juga berhasil.
Sprinter Indonesia Lalu Muhammad Zohri (tengah) bersama dua sprinter Amerika Serikat Anthony Scwartz dan Eric Harrison, setelah finish pada cabang lari 100 meter, pada Kejuaraan Dunia Atletik 2018 di Tampere, Finlandia, Rabu (11/7/2018). Lalu Muhammad Zohri meraih medali emas setelah mencapai waktu tercepat 10,18 detik. (Foto: Istimewa)



Membuahkan hasil

Perjuangan panjang dan tak kenal lelah akhirnya membuahkan hasil, Rosida berhasil membujuk Zohri untuk latihan lari lebih tekun. Sprinter asal Lombok Utara ini mulai giat berlatih dan mulai menunjukkan prestasi.

Rosida mengakui fasilitas latihan untuk cabang olah raga, termasuk atletik relatif terbatas. Namun dengan berbagai keterbatasan itu tidak mengurangi ikhtiarnya untuk terus membina dan membimbing Zohri menjadi pelari berprestasi.

Ia meyakini bakat alam dan kedisiplinan Zohri dalam berlatih menjadi faktor utama bagi Zohri meraih berbagai prestasi, termasuk menjadi pelari tercepat di ajang nomor lari 100 meter putera pada kejuaraan Kejuaraan Dunia U-20 International Associations of Athletic Federation (IAAF) di Tampere, Finlandia.

Rosida menuturkan pernah suatu ketika ia berjanji untuk melatih Zohri, namun karena saat itu hujan lebat dia terlambat menjemput, setelah dicari ternyata Zohri sedang lari di pinggir pantai di tengah guyuran hujan lebat.

Keberhasilan Rosida membimbing Zohri untuk menekuni dunia lari agaknya tak terlepas dari sikapnya selain sebagai guru, ia juga menempatkan diri sebagai ibu, kakak dan teman.

Rosida mengaku senang, bahagia dan bangga atas keberhasilan Zohri menorehkan prestasi membanggakan di tingkat internasional sebagai pelari tercepat dan kini sedang disiapkan untuk membela tim merah putih di ajang Asian Games.

Ia optimistis Zohri akan kembali mengukir prestasi dengan memboyong medali emas di di ajang Asian Games 2018 Jakarta dan Palembang.

Rosida mengakui pada awal mulai berlatih Zohri kerap bertelajang kaki, karena saat itu ia belum memiki sepatu. Namun hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk terus berlatih.

Sementara itu terkait dengan keterbatasan Zohri dalam meniti prestasi sebagai pelari tercepat dunia, juga diakui pihak keluarga. Bahkan ia pernah berlari telanjang kali karena tak memiliki sepatu.

Baiq Fazilah (29), Kakak kandung Lalu Muhammad Zohri mengaku bangga atas prestasi yang diraih adiknya Lalu Muhammad Zohri. Apalagi kalau mengingat perjuangan keras adiknya yang berlatih di tengah keterbatasan.

Karena untuk berlatih saja, Lalu Muhammad Zohri tidak menggunakan alas kaki, karena tidak memiliki sepatu.

Dia mengaku Zohri pendiam dan tidak pernah banyak menuntut. Bahkan, kalau berlatih tidak pernah pakai alas kaki (sepatu, red), karena tidak punya.

Menurut Fazilah, bakat lari adiknya tersebut sudah terlihat sejak Lalu Muhammad Zohri duduk di bangku SMP. Bahkan, guru olahraganya pun sudah memantau bakat adiknya tersebut.

Untuk berlatih sendiri, Zohri suka latihan lari di pantai Pelabuhan Bangsal, Pemenang.
 
Baiq Fazilah (29), kakak kandung Lalu Muhammad Zohri, peraih medali emas lari 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik U-20, di Tampere, Finlandia, menunjukkan sejumlah medali yang telah diperoleh adiknya, di rumah gubuknya yang sederhana di dusun Karang Pangsor, Kecamatan Pemenang, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Kamis (12/7/2018). Pelari asal Lombok Utara, NTB Lalu Muhammad Zohri sukses menjadi yang tercepat pada nomor lari 100 meter pada ajang IAAF World U20 Championships di Tampere, Finlandia dengan catatan waktu 10.18 detik, mengalahkan dua pelari lainnya asal AS, Anthony Schwartz dan Eric Harrison yang sama-sama mencatatkan waktu 10,22 detik. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi) (Ahmad Subaidi)

Lalu Muhammad Zohri merupakan anak ke empat dari empat bersaudara yakni Baiq Fazilah (29), Lalu Ma`rib (28), Baiq Fujianti (Almh) dan Lalu Muhamad Zohri.

Lalu Muhammad Zori lahir di Karang Pansor 1 Juli 2000. Kedua orang tua Lalu Muhammad Zohri, yakni Lalu Ahmad Yani meninggal sekitar tahun 2017 dan Ibunya Saeriah juga sudah meninggal sekitar tahun 2015.

Menurut Fazilah, cita-cita Zohri ingin banggakan keluarga damembangun rumah agar ia bersama kakaknya bisa menikmati tempat tinggal yang lebih layak.

Prestasi yang berhasil ditorehkan Lalu Muhammad Zohri sebagai pelari tercepat dunia yang kini mengharumkan bangsa agaknya tak terlepas dari kegigihan dan ketekunan ketekukannya berlatif dengan penuh disiplin serta kegigihan guru serta para pelatih yang membimbingnya selama ini.

Baca juga: Lalu sabet juara dunia lari 100 meter

Baca juga: Video Lalu Muhammad Zohri menjadi juara Dunia Lari 100 meter putra U-20

Baca juga: Lalu Muhammad Zohri, dari rumah renta menjadi juara dunia

Pewarta: Masnun
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018