Teriakan anak-anak terdengar nyaring. Bola melayang melampaui mobil yang sedang parkir. Tak ada hardikan melarang. 

Sejumlah orang dewasa terlihat senang melihat anak-anak bermain bola di halaman sempit Masjid Raya Taipei (Taipei Grand Mosque) di Distrik Daan.

Masjid Raya Taipei adalah masjid tertua di Taiwan. Dirintis sejak 1947 dan Agustus 1948 mulai digunakan untuk shalat secara rutin. 

Pada 1960, masjid diperbesar dan mampu menampung 1000 muslim serta jadi bangunan bersejarah. Sejumlah pembesar dunia mengunjunginya, seperti Raja
Faisal dari Arab Saudi, Raja Husein dari Jordan  dan Tunku Abdul Rahman dari Malaysia. Saudi turut membantu merenovasi masjid itu.

Sore itu, terlihat cukup banyak anggota jamaah yang melaksanakan shalat ashar, baik pria maupun perempuan. Pada saat shalat lima waktu, cukup banyak anggota jamaahnya, dari berbagai etnis, termasuk Indonesia yang kini memberi warna atas perkembangan Islam di Taiwan.

Jika semula banyak jejaka Taiwan yang melirik perempuan Singkawan untuk dijadikan isteri, kini "petanya" berubah. Banyak jejaka Taiwan yang menikahi tenaga kerja perempuan Indonesia.

Dampaknya, jumlah penduduk Taiwan yang masuk Islam, baik karena pernikahan maupun karena kesadaran sendiri, semakin banyak.

PCI-NU
Dengar aja apa kata Pengurus Cabang Istimewa (PIC) NU Taiwan Agus Susanto. Setiap minggu ada saja permintaan penduduk Taipei yang ingin bersyahadat dan masuk Islam.

Fenomena ini terjadi dalam 2-3 tahun terakhir, dimana minat penduduk Taipei dan Taiwan umumnya, menjadi pemeluk agama Islam terus meningkat.

"Setiap minggu ada saja penduduk asli yang ingin masuk Islam," ujar Agus. Dia sudah menyiapkan ustadz yang berkompeten agar prosesi pengucapan dua kalimah syahadat memenuhi syarat dan sah.

Keinginan masuk Islam juga terjadi di kalangan buruh migran (TKI) yang semula berbeda keyakinan dan setelah bekerja di Taiwan berinteraksi dengan TKI lainnya lalu mendapat hidayah untuk memeluk Islam.

Agus menyatakan tidak selalu perpindahan agama itu disebabkan karena keinginan pria Taiwan untuk menikah dengan TKI --yang dalam hal ini menjadi fenomena baru dalam 3-4 tahun terakhir-- tetapi juga karena kesadaran sendiri.

Sebelumnya, pria Taiwan berminat meminang gadis Singkawang, Kalbar, untuk menjadi Isteri dan kecenderungan itu kini berubah dengan meminang TKI untuk menjadi isteri.

Karena sebagian bersar TKI muslimah, dan data PCI-NU menyatakan tidak sedikit dari mereka adalah alumni dari madrasah atau santri pondok pesantren NU maka lebih mudah PCINU untuk membina dan menguatkan keyakinan mereka.

Dia juga menangkap fenomena bahwa perilaku TKI yang ramah, mudah senyum, sopan dalam berpakaian dan berperilaku serta istiqomah menjalankan keyakinannya menjadi faktor penyebab penduduk Taiwan untuk memeluk Islam.

Jadi tidak hanya sekadar ingin menikah, tetapi karena adab dan akhlak TKI yang menjadikan mereka tersentuh, meski diyakini hidayah itu tetap milik Allah.

Seperti yang dialami Rosada (33) asal Indramayu, Jabar yang sempat menikah 12 tahun dengan anak majikan di Taichung. Malang tak dapat dielak, mujur tak dapat diraih, ajal menjemput suaminya dalam kecelakaan dan meninggalkan satu anak.

Dia menyatakan suami masuk Islam dengan ikhlas dan mereka menikah di tanah air.

Lalu, bagaimana kecenderungannya, apakah suami yang masuk Islam, atau sebaliknya? Rosada yang menjadi penerjemah jika ada kegiatan pemerintah daerah Taichung dengan warga Indonesia, mengatakan umumnya calon suami (penduduk Taiwan) yang masuk Islam.

Bagamana dengan ketaatan, perempuan berjilbab itu mengatakan hal itu berpulang kepada pribadi masing-masing, seberapa intens isteri Indonesia membimbing suaminya dan seberapa serius sang suami mempelajari Islam.

Kondisi itu pula agaknya yang menjadikan PCINU mempersiapkan pembinaan lanjutan bagi mualaf tersebut. PCI-NU sudah membuat paket informasi on line yang diperlukan untuk memperdalam agama dan konsultasi tatap muka kapan saja, sesuai kebutuhan mualaf.
PCINU Taiwan berdiri pada tahun 2007, diprakarsai oleh sejumlah TKI yang aktif dalam wadah pengajian rutin yang kemudian difasilitasi sepenuhnya oleh PBNU, dan kini memiliki 11 ranting di Taiwan.



WNI jadi Penggerak
Keberadaan sekitar 300.000 WNI (270.000 di antaranya TKI) di Taiwan kini mempengaruhi banyak hal karena mereka kini menjadi populasi muslim terbanyak diantara sekitar 60.000 (0,3 persen) penduduk asli --umumnya dari marga Hui dari Cina daratan-- yang beragama Islam.

Karena itu tidak heran jika masjid-masjid di daerah kantong TKI selalu ramai di Taiwan, seperti di Taipei, Taichung, Kaohsiung dan daerah lainnya. Delapan masjid di Taiwan selalu ramai, terlebih di bulan Ramadhan.

Pada shalat Iedul Fitri  tahun ini, Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) bekerjasama dengan pemerintah Taiwan menyelenggarakan shalat berjamaah di 24 titik konsentrasi WNI/TKI yang tersebar di 15 kota di Taiwan.

Bisnis Halal
Fenomena ini agaknya ditangkap juga oleh Pemerintah negara pulau itu dengan argumentasi, saat ini satu dari empat (1:4) orang yang ada di dunia adalah muslim. Sekretaris Jenderal Perdagangan Luar Negeri Taiwan (TAITRA) Walter Yeh, sebagaimana yang dirilis Radio Taiwan Internasional Suara Indonesia (RTI-SI) (10/07), menyatakan serius memasuki wisata halal.

Taiwan ke depan akan akrab dengan produk makanan dan kosmetik, akomodasi dan tujuan wisata yang halal. Caranya, mereka sedang dan sudah menyertifikasi sejumlah produk agar berkualifikasi halal.

April tahun lalu Taiwan mendirikan Pusat Sertifikasi Halal, TAITRA yang aktif membina industri untuk mendapatkan sertifikat Halal. Kini lebih dari 850 industri, rumah makan dan penginapan yang mendapatkan sertifikat ini.

TAITRA menargetkan hingga akhir tahun ini dapat menembus angka 1000. Untuk ekspor, TAITRA juga dengan agresif memasuki pasar Malaysia, India, Indonesia dan pasar halal lainnya serta berupaya agar dapat menjadi negara dengan jumlah wisatawan Muslim yang besar seperti Singapura dan Jepang. 

Sekarang ini mereka sudah menjual produk halal ke Malaysia dan sedang berjuang agar masuk ke pasar Olimpiade Musim Panas Tokyo, Jepang, Juli-Agustus 2020.

Kondisi ini seperti sindiran yang acap diucapkan sejumlah pejabat Taiwan bahwa negeri demokratis ini memberi kebebasan beribadah. Tak hanya itu, tetapi juga menciptakan atmosfir yang kondusif, dan warga Indonesia jadi faktor strategis dalam mengembangkannya.

Baca juga: Pengurus NU Taiwan akan gelar tablig akbar
Baca juga: GWO-KDEI latih TKI Taiwan masak mi halal
Baca juga: Indonesia perjuangkan kenaikan upah migran di Taiwan
Baca juga: Presiden Taiwan ucapkan selamat Idul Fitri berbahasa Indonesia

 

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018