Jakarta (ANTARA News) - Tim nasional bola basket kursi roda Indonesia membuat prestasi mengejutkan di turnamen uji coba Asian Para Games 2018 "Asian Para Games 2018 Invitation Tournament" di awal Juli 2018 lalu.

Baru terbentuk pada Desember 2017, mereka berhasil meraih medali perak di kompetisi yang diikuti tiga negara tersebut. Timnas sukses menaklukkan Malaysia 54-53, sebelum di laga terakhir kalah dari Thailand.

Salah satu yang gembira menyambut hasil tersebut tidak lain adalah Fajar Brilianto, sang pelatih. Senyum hampir tidak hilang dari wajahnya usai pertandingan.

"Kemajuan anak-anak sangat bagus sejak mulai diseleksi Desember 2017 lalu karena kami memulai dari nol. Ketika itu, anak-anak bahkan tidak bisa menembak bola, 'lay up'," ujar Fajar.

Nada suaranya bangga bercampur haru. Padahal, Fajar mengaku awalnya sempat ragu melatih timnas bola basket kursi roda.

Pihak Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia bahkan membutuhkan waktu sampai sebulan untuk meyakinkannya. Pada akhirnya, sang istrilah yang berhasil membujuknya untuk mengatakan "iya".

"Saya bimbang karena olahraga ini baru di Indonesia dan saya langsung dipercaya membawa tim ke level Asia. Istri lalu mengatakan kepada saya, 'Saatnya kamu berbuat untuk orang lain. Memang sulit, tetapi kapan lagi kamu bisa mencoba hal ini'. Itu membuat saya berpikir, 'Insya Allah tenaga saya dibutuhkan oleh teman-teman kursi roda'. Akhirnya tugas itu saya terima," kata Fajar.

Tepatnya di Solo pada Desember 2017, Fajar mulai bertugas dan menyeleksi para pemainnya. Dari 40-an atlet, dia menemukan 12 pemain terbaik untuk timnas bola basket kursi roda.

Akan tetapi, ada masalah lain. Dari nama-nama tersebut, hanya satu yang memang berlatar belakang atlet bola basket yakni Donald Putra Santoso yang pernah bermain untuk klub bola basket kursi roda Phoenix Suns di Amerika Serikat.

Sisanya, para pemain timnas berasal dari latar belakang olahraga yang berbeda seperti tenis kursi roda, angkat berat dan voli duduk.

Hari-hari awal berlalu setelah seleksi, keraguan sudah timbul. Atlet-atlet itu tidak terbiasa bermain bola basket, apalagi dengan kursi roda.

Susah bagi mereka menggiring, melempar, mengeblok bola sembari mengoordinasikan otak untuk terus fokus menjaga gerak kursi roda. Para pelatih di bawah kendali Fajar menyadari hal ini.

Dibantu seorang pelatih khusus bola basket kursi roda asal Australia Benjamin Cox, peraih medali emas cabang olahraga itu di Paralimpiade 1996, tim juru taktik terus memotivasi atlet-atlet dengan disabilitas tersebut.

Ternyata, perlahan para atlet justru semakin merasa tertantang. Bahkan, sering mereka berlatih sendiri di luar jam latihan untuk mempertajam keterampilannya.

Seiring waktu, keterampilan memainkan bola plus mengendalikan kursi roda membaik. Semangat Fajar Brilianto, yang sempat ragu untuk menangani timnas, pun semakin menggebu untuk memberikan prestasi terbaik bagi skuatnya dan tentunya untuk Indonesia.


Berpengalaman

Fajar Brilianto tidak pernah membayangkan dirinya menjadi pelatih pertama tim nasional bola basket kursi roda Indonesia sepanjang sejarah.

Meski demikian, pria yang lahir di Solo, 30 November 1977 tersebut bukanlah 'anak kemarin sore' di jagad bola basket Indonesia.

"Saya sudah 16 tahun menggeluti bola basket," tutur dia.

Kariernya sebagai pelatih banyak dihabiskan menangani para pemain usia dini dan tim kampus yang bermain di liga mahasiswa juga turnamen-turnamen tingkat perguruan tinggi. Salah satu tim yang pernah ditanganinya yaitu Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).

Selain itu, dia juga berprofesi sebagai wasit Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi).

Dengan deretan riwayat dalam curriculum vitae tersebut, Fajar menjalankan misinya sebagai pelatih tim nasional perdana bola basket kursi roda.

Dalam waktu lima bulan sejak latihan perdana, Fajar dan tim pelatih timnas membawa pasukannya beruji coba melawan Thailand di Tangerang, tepatnya pada akhir Juni 2018.

Hasilnya? Mereka dibantai 60-9, berbeda 51 angka. Akan tetapi, seperti yang sudah diungkap sebelumnya, timnas bola basket kursi roda ini memiliki semangat dan motivasi yang tidak biasa.Tidak ada kata menyerah dalam kamus mereka.

Sekitar satu minggu setelah dihancurkan Thailand, mereka harus berhadapan dengan Malaysia di partai perdana turnamen uji coba Asian Para Games 2018 "Asian Para Games 2018 Invitation Tournament".

Di laga itu, timnas sama sekali berubah. Mereka bukan lagi skuat yang hanya bisa membuat sembilan angka di laga uji coba.

Tertinggal 53-52 di akhir kuarter keempat, tembakan dua angka kapten Indonesia Donald Santoso di detik-detik pamungkas membalikkan keadaan dan membuat timnas menang 54-53.

"Kemenangan atas Malaysia itu di luar perkiraan kami," ujar Fajar.

Di partai terakhir, timnas kembali berjumpa Thailand setelah uji coba yang "kelam" di bulan Juni. Namun, timnas sudah berubah.

Mereka beberapa kali membuat lawan kesulitan, mendekatkan skor, walau akhirnya harus mengakui kekalahan dengan skor 58-35. Dari selisih 51 angka pada pertemuan pertama, timnas bisa memperkecil jaraknya menjadi 23 poin di perjumpaan kedua.

Perkembangan itu disambut dengan suka hati oleh para pemain. Kasep Ayatulloh, 'center/guard' timnas bola basket kursi roda Indonesia, memuji kerja keras para pelatih mereka.

"Perkembangan ini sangat cepat. Ini tak lepas dari dukungan semuanya, termasuk dari staf pelatih dan pelatih dari Australia," kata Kasep.

Timnas bola basket kursi roda Indonesia sendiri tidak ditargetkan prestasi apapun di Asian Para Games 2018 yang digelar pada 6-13 Oktober 2018 di Indonesia.

Meski demikian, bukan berarti timnas kalah sebelum bertanding. Semangat dan motivasi mereka yang berapi-api menjadi modal yang baik untuk mengarungi kompetisi.

Selama api itu tetap terjaga, hasil akhir berupa kemenangan atau kekalahan bakal terasa hambar, tertutupi rasa bangga yang bergejolak dalam dada.  

Pewarta: Michael Teguh Adiputra Siahaan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018