Kediri (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mempertimbangkan menyetujui pengajuan kenaikan anggaran program keluarga harapan (PKH) oleh Kementerian Sosial, sebab program itu dinilai lebih memberikan manfaat besar.

"Dengan melihat efektivitas, wajar pemerintah mengagendakan perluasan dan peningkatan anggaran PKH. Dari dialog, betapa PKH memberikan manfaat besar bagi penerima manfaat. DPR akan menyetujui anggaran yang diajukan pemerintah, apabila mengajukan peningkatan untuk PKH 2019," kata Anggota Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan DPR RI Muhammad Sarmuji di Kediri, Jawa Timur, Kamis.

Sarmuji menambahkan bagi DPR tidak masalah, berapapun yang diajukan pemerintah. Namun, hal itu juga berdasarkan sisi kemanfaatan.

Menurut dia, PKH termasuk program yang bermanfaat, dimana bukan hanya menjadikan masyarakat yang semula miskin menjadi tidak miskin, melainkan dengan PKH diharapkan mereka bisa memperoleh peluang untuk lebih maju lagi.

Di PKH terdapat program-program pendampingan, sehingga para penerima manfaat bukan hanya menerima uang melainkan sisi manfaat lainnya. Mereka mendapatkan pendidikan, sehingga menjadi lebih mengerti dan berdaya.

"Dengan PKH ini, bukan hanya berharap dari miskin mejadi tidak miskin, tapi kemudian memperoleh peluang lebih maju, karena programnya bukan hanya uang. Ada kemandirian, pendampingan vokasi, fasilitas pendidikan. Orang akan bisa maju kalau ada mobilitas vertikal dan ini ditentukan dari apa yang kita lakukkan, yakni vokasional pendidikan, kesehatan," katanya.

Ia berharap, anggaran yang ditingkatkan bisa lebih cepat mengurangi jumlah angka kemiskinan, mengingat ada relevansi antara PKH dengan penurunan angka kemiskinan.

Rencananya, indeks bantuan sosial PKH akan dinaikkan signifikan dari Rp15,4 triliun pada 2018 menjadi Rp32 triliun pada 2019, dengan tujuan mendorong keluarga untuk sejahtera sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan.

Selain itu mendorong kreativitas keluarga dalam meningkatkan produktivitasnya, sehingga dapat mengurangi kesenjangan antarkelompok pendapatan, hingga mendorong keluarga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ke depan bisa menurunkan angka gizi buruk dan stunting, hingga mencegah putus sekolah.

Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan bahwa persentase penduduk miskin pada Maret 2018 adalah 9,82 persen, menurun 0,30 persen poin dibanding September 2017 yang sebesar 10,12 persen. Data BPS tersebut, dinilai sebagai bukti keseriusan pemerintahan Joko Widodo untuk mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia dengan program yang prorakyat.

Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat mengungkapkan pemerintah ingin agar program bisa berkualitas serta tepat sasaran. Pemerintah juga ingin agar para pendamping juga lebih maksimal bekerja.
 

Pewarta: Destyan Hendri Sujarwoko/ Asmaul Chusna
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018