Jakarta (ANTARA News) - Awalnya, Sang Ayu Putu Cynthia Maharani tak pernah merasakan ada nyeri pada bagian tertentu tubuhnya. Dia menjalani kehidupannya tanpa masalah, termasuk menari setiap seminggu sekali di suatu sanggar.

Hingga akhirnya saat Ayu duduk di bangku sekolah menengah pertama, sang ibunda menyadari ada yang salah pada Ayu. Punggung sebelah kanan putrinya itu lebih besar daripada yang sisi kiri.

"Awalnya ibu saya yang melihat. Waktu itu lagi membuat kebaya, ibu lihat punggung sebelah kanan kok lebih besar. Padahal tidak ada rasa nyeri apapun. Hanya merasa ada yang berat sebelah," tutur Ayu di Jakarta belum lama ini.

Ayu langsung memeriksakan diri pada ahli medis. Hasil pemeriksaan menunjukkan, dia menderita skoliosis atau kelainan pada rangka tubuh berupa kelengkungan tulang belakang, dengan kurva lengkung 45 derajat.

Setelah berdiskusi dengan keluarga, dia memilih terapi non-operasi, termasuk yoga dan filates, lalu fisioterapi dan menggunakan brace selama satu tahun.

Saat memakai brace pertama kali, dia mengaku ingin menangis karena merasa tak nyaman dan tak percaya diri. Brace membuat tubuhnya kelihatan lebih gemuk.

"Saya takut operasi. Itu pilihan terakhir kalau derajat bertambah seiring usia saya bertambah," kata dia.

Kurva kelengkungan punggungnya bertambah menjadi 53 derajat. Padahal saat itu Ayu sudah menempuh pendidikan tinggi.    

Di tengah kondisi skoliosis, Ayu masih saja menari tarian khas Bali karena merasa kondisinya itu tak berpengaruh pada gerakan tarinya. Walau terkadang rasa pegal menghampirinya.

"Saya sudah hobi menari sejak SD. Tidak ada masalah saat menari," tutur dia.

Membutuhkan waktu satu tahun baginya untuk menemukan brace yang tepat, hingga kurva kelengkungannya turun menjadi 30 derajat.

Baca juga: Begini cara deteksi awal skoliosis

Baca juga: Pundak tinggi sebelah tiba-tiba? Waspadai skoliosis



Skoliosis dan perawatannya

Ahli fisiologi dan anatomi dari klinik Skoliosis Care, Labana Simanihuruk, B.Sc. mengatakan, mereka yang menderita skoliosis pada usia anak-anak remaja cenderung tak merasakan nyeri apa-apa, karena postur tubuhnya masih ideal.

"Sampai kurva 50 derajat ke bawah, usia di bawah 17 tahun biasanya tidak merasakan apa-apa, karena tubuh masih ideal, optimal," tutur dia di Jakarta beberapa waktu lalu.

Sekitar 80 persen skoliosis adalah idiopatik dengan kurva lebih dari 10 derajat dan prevalensinya 0,5-3 per 100 anak dan remaja.

Selain karena kelainan kongenital, skoliosis juga bisa muncul karena kelainan kongenitalneurologi dan posisi duduk dan tidur tertentu. 

Saat ini, ada dua cara perawatan skoliosis yakni operasi dan terapi non-operasi. Umumnya, terapi non-operasi mencakup penggunaan brace, exercise, dan latihan fisik dengan alat fisioterapi untuk mengurangi rasa nyeri.

Terapi ini tentunya tergantung sesuai dengan keparahan dari lekukan.Brace misalnya, bisa mengoreksi kurva terutama bagi mereka yang memiliki kurva lebih dari 30 derajat dan di bawah 60 derajat.

Baca juga: Olahraga bisa sembuhkan skoliosis? Ini kata ahli


Harus tetap bergerak aktif

Labana menyarankan pada penderita skoliosis untuk tetap bergerak aktif secara rutin, untuk memperkuat tubuh secara umum.

Hal senada juga pernah diungkapkan spesialis bedah ortopedi dan konsultan tulang belakang dari RS Pondok Indah, dr Didik Librianto, SpOT.

"Olahraga apa saja boleh. Sit up, nge-gym, renang. Tetapi yang sifatnya stretching bagus supaya otot punggung bisa lebih rileks," kata dia dalam kesempatan berbeda.

Semakin aktif seseorang, semakin sulit kurva kelengkungan tulang belakangnya bertambah.

Di sisi lain, Ayu mengaku kondisinya lebih baik saat tubuhnya sudah terbiasa bergerak aktif. Inilah alasan, dia tetap menari bahkan lebih aktif melakukan aktivitas fisik ketimbang sebelumnya

"Nge-gym 3 kali seminggu. Kalau dulu, saya hanya menari, dan banyak duduk," tutur dia.

Aktif bergerak bahkan harus berlanjut bahkan setelah penderita melepas brace. Hal ini agar otot tulang belakang stabil di posisi baru.

"Setelah lepas brace, kasih waktu 5 tahun maintain level fitness, agar otot tulang belakang stabil di posisi baru," ujar Labana.

Baca juga: Skoliosis bahkan bisa mengancam nyawa
 

Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018