Semarang (ANTARA News) - Penerbang TNI Angkatan Darat yang telah menjalani pelatihan di US Army Flank School selama delapan sampai 10 bulan sudah memiliki kualifikasi atau kemampuan untuk menerbangkan helikopter serang Boeing AH-64E Apache Guardian.
     
"Kalau kita lihat kemampuan pilot, kemampuannya sudah standar sesuai dengan kemampuan yang distandarkan dari Amerika," kata Komandan Skuadron-11/Serbu Puspenerbad Letkol Cpn Cahyo Permono, di Hangar Helikopter Apache Skuadron-11/Serbu Puspenerbad, Semarang, Jawa Tengah,  Jumat. 
     
Menurut dia, ada 20 pilot reguler yang ikut pelatihan di US Army Flank School selama delapan sampai 10 bulan. Hanya saja, saat ini baru 10 pilot yang kembali ke Tanah Air dan mengoperasikan delapan Apache setiap harinya.
     

"Karena merupakan jenis helikopter baru maka Apache harus sering diuji coba agar pilot bisa mengawaki dengan baik dan paham seluk-beluknya," katanya. 
     
Sehingga, lanjut Cahyo, para penerbang semakin paham karakter Apache sekaligus menambah pengalaman dalam menerbangkan helikopter di segala medan. 
     
"Yang kita kerjakan setiap hari adalah menambah jam terbang, ini pesawat baru buat kita dan perlu familiar, tergantung kebutuhan bisa dua sampai tiga jam. Dalam sehari, setidaknya terbang satu sampai satu setengah jam," kata alumnus Akmil 1998 itu.
     
Kemampuan pilot sendiri sudah beradaptasi dengan sistem digital yang ada di Apache, termasuk penggunaan taktik, karena semua tergantung user-nya.
     
Di Pusdik Penerbad sendiri silabus untuk menerbangkan Apache sudah diadopsi untuk menjadi materi pelatihan khusus bagi penerbang TNI AD.
       
"Kita juga sudah punya silabus, di mana pendidikan pilot itu tidak berbeda jauh, tinggal menyesuaikan dengan tugas dan ancaman yang dihadapi," ujarnya. 
     
Saat ini, delapan unit helikopter AH-64E Apache sudah resmi menjadi bagian keluarga besar Pusat Penerbad. Alat utama sistem senjata (alutsista) buatan negeri Paman Sam ini menjadi helikopter termodern yang dimiliki TNI AD. 
     
Nilai kontrak delapan unit Apache seri terbaru lengkap dengan persenjataan ini mencapai 295 miliar dolar AS atau sekitar Rp 4,27 triliun dengan kurs saat ini, sebelumnya, Skadron 11/Serbu hanya diperkuat heli Bell 412 EP.
     
Cahyo menjelaskan, Apache yang datang pada awal tahun ini, merupakan proyek alat utama sistem senjata (alutsista) yang diteken pada 2013. Apache bertugas menggantikan helikopter Bolcow yang dikandangkan karena sudah uzur.
     
Menurut Cahyo, Apache merupakan helikopter tercanggih yang dimiliki TNI AD. Berbeda dengan semua jenis helikopter milik Pusat Penerbad yang digerakkan secara manual, khusus Apache semua operasinya dikerjakan oleh komputer.
     
"Ini menjadi helikopter digital pertama yang kita miliki, artinya bukan hanya displai saja melainkan juga semua proses untuk menggunakan senjata dan pengenaan target, semua diatur komputer," paparnya. 
     
Ia menambahkan, dengan adanya fasilitas gabungan optik dan elektronik yang menjadi satu kemampuan, maka Apache sangat siap digunakan untuk tugas operasi sepanjang hari, sehingga kalau ada misi rahasia, maka Apache memiliki keunggulan bisa bertempur pada malam hari.
     
Hal itu juga ditunjang dengan senjata "automatic gun" dan roket yang menunjang untuk menghancurkan musuh. 
     
"Kita membeli (senjata), artinya yang kita beli 'basic US army', persis sama. Apache yang kita miliki tipe echo terakhir yang itu juga diproduksi oleh Boeing. Jadi sistem persenjataannya tidak berbeda jauh dengan standarnya Amerika," kata Cahyo.
 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018