Yogyakarta (ANTARA News) - Sekitar 70-an orang peserta Pelatihan Pelatih Cabang Atletik di Komplek Universitas Negeri Yogyakarta (UMY), Selasa, berbagi ilmu dengan duet pelatih juara dunia Lalu Muhammad Zohri, yaitu I Komang Budagama dan I Made Budiasa.

I Komang dan I Made adalah duet pelatih yang menemukan dan membina Zohri di Pusat Pembinaan dan Pelatihan Pelajar (PPLP) Mataram sebelum mencapai prestasi juara dunia lari 100 m U-20 di Tampere, Finlandia beberapa waktu lalu.

Kedua pelatih yang berdomisili di Mataram, Nusa Tenggara Barat itu sengaja diundang oleh pihak Kemenpora sebagai nara sumber pada pelatihan yang merupakan bagian dari Program Pelatihan 100.000 Pelatih.

Para peserta pelatihan yang rata-rata berusia muda itu terlihat sangat antusias dan penasaran untuk mengetahui lebih banyak bagaimana dan apa metode yang diterapkan I Komang sehingga melahirkan atlet berprestasi dunia seperti Zohri.

I Komang bercerita bahwa Zohri memang istimewa dibandingkan atlet lain karena memiliki disiplin, semangat dan motivasi luar biasa.

"Waktu pertama kali saya temukan, larinya masih bengkok, badannya miring karena tidak punya teknik yang baik , tapi cepat," kata I Komang mengenang perkenalannya dengan Badok, panggilan Zohri, sekitar dua tahun lalu di Mataram .

Bahkan ketika itu Zohri berlari di lintasan tanpa sepatu, sementara lawan - lawannya sudah menggunakan sepatu khusus atletik (spike).

Meski demikian, Zohri mempunyai rasa percaya diri yang begitu tinggi tidak pernah merasa minder saat berlaga di kompetisi tingkat apa pun.

I Komang, pelatih kelahiran Jembrana, Bali 24 April 1959 itu mengakui bahwa pada dasarnya ia tidak mempunyai rahasia atau metode khusus dalam melatih Zohri.

"Zohri memang istimewa dan luar biasa, tidak pernah mengeluh meski saya tahu dia lagi kesakitan. Disiplin, motivasi tinggi, ditambah dengan dorongan dari pihak lain, maka lengkaplah sudah," kata pelatih yang berpenampilan sederhana itu.

Sementara I Made Budiasa, yang sehari-hari adalah asisten pelatih bagi I Komang, dalam acara pelatihan tersebut tidak banyak bicara dan hanya menebar senyum ketika digoda oleh I Komang yang tidak lain adalah mantan pelatihnya saat menjadi atlet.

I Made harus pensiun dini sebagai atlet sebelum mencapai prestasi tinggi akibat cedera otot kaki (hamstring).

Baca juga: Aksi Zohri masuk 10 momen terbaik Kejuaraan Dunia Atletik U-20 versi IAAF
 
Atlet Indonesia juara dunia atletik nomor Lari 100 meter U-20 Lalu Muhammad Zohri (kanan) membentangkan Bendera Merah Putih setibanya dari Finlandia di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (17/7/2018). Lalu Muhammad Zohri menjadi Juara atletik nomor Lari 100 meter putra Kejuaraan Dunia IAAF U-20 2018 di Finlandia. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)


Perjalanan Zohri dan kepuasan pelatih

Setelah masuk PPLP pada 2016 di Mataram , I Komang dan I Made mulai membenahi teknik berlari Zohri, terutama teknik start yang merupakan bagian paling penting dalam lari jarak pendek.

Event resmi pertama yang diikutinya setelah menjadi pelajar PPLP adalah Kejurnas Antar PPLP 2016 di Jakarta dan Zohri meraih medali perunggu dengan catatan waktu 10,88 detik.

Prestasi terbaiknya adalah 10,25 detik di semifinal kejurnas Antar PPLP 2017 di Papua. Namun di final ia hanya mencatat waktu 10,36 detik gara gara start yang buruk meski tetap tampil sebagai juara.

Prestasi demi prestasi serta peningkatan yang telah diperlihatkannya, membuat Zohri dipanggil ke Jakarta pada akhir 2017 untuk bergabung dengan pelatnas Asian Games 2018.

Lompatan besar yang membuat namanya melejit ibarat meteor adalah saat menjuarai kejuaraan dunia 100m U-20 di Tampere, Finlandia beberapa waktu lalu dengan catatan waktu 10,18 detik.

Kepuasan I Komang dan I Made sebagai pelatih adalah saat anak asuhannya meraih gelar juara.

Meski Zohri menerima limpahan pujian, bonus berupa satu kilogram emas, diterima langsung Preside Joko Widodo di Istana, serta berbagai macam penghargaan lainnya, I Komang dan I Made tetaplah pelatih yang sederhana.

Mereka hanya berpesan agar segala limpahan materi yang diterima dari prestasinya, tidak membuat Zohri berubah.

"Saya berharap ia tidak berubah dan keluarga bisa mengelola semua penghargaan yang diterima. Kadang-kadang materi yang melimpah bisa mengubah seseorang," katanya.

I Komang juga mengingatkan bahwa masa keemasan pelari jarak pendek adalah pada usia 24-27 tahun dan semua pihak harus ikut berupaya agar Zohri tidak layu sebelum berkembang.

Ketika ditanya apakah ia dan I Made juga mendapat limpahan bonus atau penghargaan lain karena ikut berjasa membina Zohri, I Komang hanya tersenyum dan menjawab singkat.

"Mungkin belum rezeki saya," katanya.

Baca juga: ACT-Hydro bangun minimarket untuk Zohri dinamai "Zohrimart"

Baca juga: Rumah Zohri dijadwalkan selesai renovasi sebelum 17 Agustus

Baca juga: Zohri memotivasi Adi untuk rebut emas ASG 2018

Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018