Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komite I DPD RI, Benny Ramdhani mengatakan institusinya akan mengadukan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) ke Dewan Etik MK terkait putusan lembaga itu yang melarang anggota DPD menjadi pengurus partai politik.

"Kami akan melaporkan ke Komite Etik MK, kami akan mempersiapkan bahannya. Kita harus yakin MK itu tidak diisi oleh para malaikat yang menjadi sumber kebenaran absolut," kata Benny dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.

Dia meyakini MK tidak diisi oleh para malaikat yang memiliki kebenaran absolut sehingga bisa saja mereka ceroboh dalam mengambil keputusan dan memiliki agenda-agenda politik dalam putusannya.

Menurut dia, DPD akan mencermati permasalahan tersebut secara komprehensif dan berkomunikasi dengan DPR serta fraksi-fraksi yang ada di lembaga legislatif tersebut.

"Sebagai anggota DPD akan melakukan konsultasi dengan DPR sebagai pembuat UU karena mereka tahu persis asbabunuzul Pasal 128 UU Pemilu apa yang dimaksud dengan frase pekerjaan lain. Kami meminta DPR mengambil sikap dan menjelaskan kepada publik dan MK apa yang dimaksud dengan frase 128 tentang pekerjaan lain itu," ujarnya.

Dia menyesalkan MK mengeluarkan keputusan tersebut karena dikeluarkan di masa menjelang pendaftaran calon anggota DPD.

Menurut Benny putusan tersebut sangat berbahaya dan menjadi ancaman serius yang akan menghilangkan hak politik warga negara.

"Putusan tersebut sangat politis, karena tidak memberikan waktu bagi mereka yang ingin tetap di Parpol, sehinga mengalihkan pencalonan dari DPD ke DPR," ujarnya.

Dia mengatakan secara "spirit" sangat menghormati apa yang diputuskan MK namun putusan tersebut secara waktu tidak tepat karena tahapan pemilu sudah berjalan.

Dia mengibaratkan Putusan MK itu keluar saat pertandingan sudah mulai padahal seharusnya keluar sebelum tahapan pemilu dimulai.

"Saya sangat meyakini bahwa putusan ini tidak hanya menjadi ancaman serius yang berbahaya menghilangkan hak poltik orang yang diatur konstitusi tapi akan menciptakan benturan yang keras dengan peraturan KPU," ujarnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya menegaskan bahwa anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya tidak boleh diisi oleh pengurus partai politik.

"Untuk selanjutnya, anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna di Gedung MK Jakarta, Senin (23/7).

Palguna mengatakan hal tersebut ketika membacakan pertimbangan Mahkamah atas permohonan uji materi Pasal 182 huruf l UU Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) dalam perkara Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang diajukan oleh seorang fungsionaris partai yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota DPD.

Putusan untuk perkara Nomor 30 ini kembali menegaskan bahwa calon anggota DPD tidak boleh berasal dari partai politik.

Dalam pertimbangan putusan tersebut, Mahkamah juga memberikan jawaban terkait dengan anggota partai politik yang pada saat ini juga menjabat sebagai anggota DPD.

Mahkamah dalam pertimbangannya mengakui bahwa ketentuan Pasal 182 huruf l UU Pemilu tidak tegas melarang anggota partai politik menjabat sebagai anggota DPD, meskipun putusan MK sebelumnya tetap menyebutkan bahwa anggota DPD tidak boleh diisi oleh anggota partai politik.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018