Jakarta (ANTARA News) - Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saiful Mujani mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) jangan melanggar konstitusi dalam memutuskan perkara gugatan terkait masa jabatan presiden/wakil presiden.

"Hal itu karena dalam konstitusi sangat jelas disebutkan adanya pembatasan jabatan presiden/wapres hanya dua kali," kata Saiful dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.

MK berwenang meninjau undang-undang dan aturan-aturan di bawah konstitusi sehingga kriteria penilaiannya adalah konstitusi itu sendiri. "MK tidak berwenang menilai konstitusi karena secara jelas mengatakan bahwa presiden dan wakil presiden hanya boleh dijabat maksimal dua kali," katanya.

Hal itu dikatakannya terkait langkah Perindo menggugat syarat menjadi presiden dan wapres yang diatur dalam Pasal 169 Huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang dinilai bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945. Dalam gugatan itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai pihak terkait.

Dia mengatakan salah satu inti reformasi adalah membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi maksimal hanya dua kali seperti yang dituangkan dalam Undang-undang Dasar.

Karena itu, menurut dia, apabila ada pihak yang melanggar maka disebut pengkhianat reformasi.

"Kalau MK membolehkan presiden dan wapres menjabat lebih dari dua kali, maka MK melanggar konstitusi. Sumber pelanggaran yang mungkin apa? Jangan sampai kasus ketua Mahkamah Konstitusi sebelumnya, Akil Muchtar, yang dijebloskan ke penjara seumur hidup menimpa anggota MK sekarang," ujarnya.

Dia juga mengkritik pernyataan kuasa hukum Jusuf Kalla, Irman Putra Sidin yang menyatakan posisi wapres sebagai pembantu presiden, sama seperti menteri, harusnya masa jabatannya tidak dibatasi.

Menurut dia, pernyataan tersebut gegabah karena kalaupun ada kata-kata "dibantu" dalam UUD, wapres bukan pembantu seperti menteri karena bersama presiden, wapres dipilih langsung oleh rakyat, dan tidak bisa diberhentikan oleh presiden.

"Sifat dasar sistem presidensial adalah kepala negara dan pemerintah sekaligus dipilih oleh rakyat secara langsung untuk satu masa jabatan tertentu yang bersifat fixed dan tidak bisa diberhentikan di tengah jalan kecuali melanggar hukum. Presiden bertanggung jawab pada rakyat langsung lewat Pemilu," katanya.

Saiful mengatakan karena kepala negara dan pemerintahan sangat mutlak adanya untuk sebuah negara, maka harus jaga-jaga kalau-kalau presiden berhalangan tetap atau tidak tetap.

Karena itu, menurut dia, wakil presiden mutlak ada dan disiapkan untuk jadi presiden bila keadaan darurat terjadi maka wakil presiden sangat melekat pada presiden.

"Jangan dipilah-pilah dan dibedakan antara presiden dan wakil, kalau sudah dua kali jadi wapres itu artinya jelas dua kali, siapapun pasangan presidennya. Kalau UUD bilang hanya boleh dua kali, ya dua kali, ini sudah sangat jelas, dan tidak membutuhkan tafsir lain," katanya.

Dia menilai tidak ada urgensinya menuntut wapres bisa lebih dua kali sedangkan presidennya hanya dua kali.

Sebelumnya, Wapres RI Jusuf Kalla bersedia menjadi pihak terkait dalam uji materi Undang-Undang Pemilu yang diajukan Partai Perindo.

Perindo menggugat syarat menjadi presiden dan wapres yang diatur dalam Pasal 169 Huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurut Perindo, pasal itu bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945.

Perindo meminta aturan yang membatasi masa jabatan presiden dan wapres maksimal dua periode tersebut hanya berlaku apabila presiden dan wapres itu menjabat secara berturut-turut.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018