"Uang itu kemudian masuk sangat banyak ke berbagai platform dan berdampak ke Indonesia..."
Jakarta (ANTARA News) -  Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi mencatat sebagian besar jasa keuangan ilegal yang melakukan kegiatan teknologi finansial atau financial technology (fintech)  berbasis pembiayaan tanpa izin Otoritas Jasa Keuangan berasal dari China.

"Satgas Investasi menemukan 227 platform dari 125 developer, melakukan kegiatan usaha peer to peer lending  tidak terdaftar atau izin usaha dalam penawaran produk. Sebagian besar berasal dari China," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.

Tongam mengatakan penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis fintech yang ilegal ini ditemukan oleh Satgas Waspada Investasi, setelah melakukan pemanggilan terhadap entitas tidak terdaftar, berdasarkan penelusuran yang dilakukan.

Ia menduga sebagian besar entitas ilegal ini berasal dari China karena otoritas terkait dari negara tirai bambu tersebut sedang melakukan penertiban terhadap fintech berbasis pembiayaan dan kelebihan dana tersebut, mengincar pasar di Indonesia.

"Kami menduga karena lagi gencar-gencarnya ada pengetatan peraturan peer to peer lending dari China. Uang itu kemudian masuk sangat banyak ke berbagai platform dan berdampak ke Indonesia. Kemungkinan sejak beberapa bulan lalu," kata Tongam.

Terhadap fintech ini, Satgas Waspada Investasi sudah meminta entitas untuk segera menghentikan kegiatan pembiayaan, menghapus semua aplikasi penawaran pinjam meminjam uang, menyelesaikan segala kewajiban kepada pengguna dan mengajukan pendaftaran ke OJK.

Namun, entitas yang sebagian besar tidak memiliki alamat yang jelas dan tidak berizin tersebut tidak mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK sesuai Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 sehingga harus segera menghentikan kegiatan.

"Kami sudah menyampaikan laporan kepada Bareskrim mengenai fintech tidak terdaftar, meminta Kominfo untuk memblokir aplikasi pada website dan media sosial serta meminta manajemen Google untuk memblokir aplikasi pada Google Play," ujar Tongam.

Tongam tidak menjelaskan seberapa besar kerugian yang dialami masyarakat dengan kehadiran entitas fintech ilegal yang sebagian besar berasal dari China ini, karena tidak pernah ada laporan secara resmi dan entitas ini tidak terdaftar oleh OJK.
Baca juga: OJK : masyarakat harus waspadai investasi ilegal

Berbagai entitas ilegal itu menggunakan nama-nama yang identik dengan kosakata pembiayaan atau pinjaman seperti bantuan pinjaman, cash kilat, kredit pinjaman, dana segar, modal bersama, pinjaman online, rupiah kilat, super kredit dan uang pinjaman.

Untuk itu, Tongam meminta masyarakat untuk melakukan pengecekan terlebih dahulu terhadap daftar fintech yang sudah melakukan pendaftaran kepada OJK, agar tidak dirugikan oleh berbagai kegiatan entitas pembiayaan yang ilegal.

Hingga awal Juni 2018, OJK mencatat perusahaan fintech berizin dan terdaftar baru mencapai 63 perusahaan dengan jumlah transaksi sebesar Rp6 triliun.

Baca juga: OJK terus sosialisasikan waspada investasi ilegal
Baca juga: Jasa keuangan ilegal marak, OJK perkuat Satgas Waspada Investasi




 

Pewarta: Satyagraha
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018